Bacalahteks di bawah ini untuk menjawab soal nomor 9 dan 10! N.H. Dini lahir 29 Februari 1936 di Semarang. Berpendidikan SMA bagian sastra (1956), Kursus Pramugari Darat GIA Jakarta (1956), dan Kursus B-I Jurusan Sejarah (1957). Tahun 1957
PerjuanganI Gusti Ngurah Rai Melawan Belanda. Setelah Indonesia merdeka, beliau membentuk Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda kecil dan Bali dengan nama Ciung Wanara. Pasukan yang dibentuk ini dibentuk untuk membela tanah air dari para penjajah yang ada di daerah Bali. I Gusti Ngurah Rai merasa harus melakukan konsolidasi ke Jogja yang menjadi
DewiSartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda, yaitu pasangan Nyi Raden Rajapermas dengan raden Somanagara. Meskipun bertentangan dengan adat waktu itu, ayah-ibunya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika di sekolah Belanda. Setelah ayahnya wafat, Dewi Sartika diasuh oleh pamannya (kakak ibunya) yang menjadi patih di Cicalengka. Oleh
Dewisartika lahir dari keluarga Priyayi sunda ternama, yaitu R. Rangga Somanegara (ayah) dan R. A. Rajapermas (Ibu). Ayahnya adalah seorang pejuang kemerdekaan hingga akhirnya sang ayah dihukum dibuang ke Pulau Ternate oleh
BiografiOtto Iskandar Dinata Dalam Bahasa sunda Awal Kahirupan Oto Iskandar di Nata lahir 31 Maret 1897 diBojongsoang, KabupatenBandung.Ramana Oto katurunan bangsawan Sunda nu namina Nataatmadja. Oto anak katilutina salapan dulur.Oto sakola dasarna diHollandsch-Inlandsche
DewiSartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda , Nyi Raden Rajapermas dan Raden Somanagara. Meski melanggar adat saat itu, orang tuanya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika, ke sekolah Belanda pula. dan bahasa Belanda, kepada anak-anak pembantu di kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang, dan pecahan genting dijadikannya alat
Sejaktahun 1929 atau tepat pada 25 tahun berdirinya sekolah ini Dewi Sartika kembali mengganti namanya. Dewi Sartika mengganti nama sekolah ini menjadi “Sakola Raden Dewi”. Atas jasanya di bidang pendidikan, maka Pemerintah Hindia Belanda menganugerahi dirinya Bintang Jasa. Pada 11 September 1947, Dewi Sartika meninggal dunia.
DewiSartika Pahlawan Sunda: Biografi Bahasa Sunda Dewi Sartika: 541: 2022-01-12 14:00:52: 18: Legenda Ciung Wanara: Dongeng Ciung Wanara Versi Basa Sunda: 993: 2022-01-12 14:00:52: 19: Panduan Aplikasi Gerakan Literasi Sekolah *) Panduan Aplikasi Gerakan Literasi Sekolah: 685: 2022-01-12 14:00:52: Total Data : 19 dari 19.
5Pahlawan Wanita Indonesia. 1. Dewi Sartika. Potret Dewi Sartika. Dewi Sartika hidup pada zaman Hindia Belanda. Dia lahir dari keluarga Sunda yang ternama, yaitu R. Rangga Somanegara dan R.A. Rajapermas di Cicalengka pada 4 Desember 1884. Setelah ayahnya meninggal, dia tinggal bersama dengan pamannya dan menerima pendidikan yang sesuai
DewiSartika lahir di Bandung pada tanggal 4 Desember 1884. Beliau adalah putri kedua dari lima bersaudara dari kalangan bangsawan Sunda. Raden Dewi Sartika menikah pada tahun 1906 dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata (seorang guru di Sekolah Karang Pamulang Bandung) dalam usia 22 tahun.
TeksBiografi Dewi Sartika. Dewi sartika lahir di cicalengka, bandung, jawa barat pada tanggal 4 desember 1884. Biografi raden dewi sartika bahasa sunda assalamualaikum wr wb terimakasih sudah berkunjung ke halaman blog ini. Contoh Soal Biography Text Beserta Jawabannya Contoh from barucontohsoal.blogspot.com
Bahkanpada usia yang masih 10 tahun, Dewi Sartika sudah mampu berbicara dalam bahasa Belanda, dan yang paling menggemparkan adalah Ia mengajari anak-anak pembantunya dengan bahasa tersebut. Sifat mengajarnya memang sudah
Muhammadnur Z N P (25) 6. Vini yogandaning gusasi ( 36) Biografi Dewi Sartika orientasi Dewi Sartika dilahirkan dari keluarga priyayi Sunda, Nyi Raden Rajapermas dengan Raden Somanagara. Meskipun bertentangan dengan adat waktu itu, ayah-ibunya bersikukuh menyekolahkan Dewi Sartika di sekolah Belanda.
biografiKH NOER ALIE ( bahasa sunda ) Senin, 15 Februari 2016. BIOGRAFI KH NOER ALIE . Kyai Haji Noer Alie (lahir di Bekasi, Propinsi Jawa Barat dina taun 1914; maot di Bekasi, Propinsi Jawa Barat dina taun 1992) ieu pahlawan nasionalIndonesia asalna ti Jawa Kulon sarta ogé sarjana a.
DewiSartika lahir dari keluarga priyayi daerah Sunda, Nyi Raden Rajapermas dengan Raden Somanagara. Walaupun bertentangan dengan adat waktu itu, ayah ibunya bersih keras untuk menyekolahkan Dewi Sartika di sakola Belanda. Dewi Sartika diasuh oleh pamannya setelah ayahnya wafat. Pamannya saat itu menjadi patih di Cicalengka.
PrauB. Indonesia Biografi Dan Profil Lengkap Dewi Sartika – Pahlawan Nasional Pendidikan Untuk Kaum Wanita – Dewi Sartika merupakan pahlawan nasional wanita yang merintis pendidikan untuk kaum perempuan, dan ia diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1966. Untuk mengetahui lebih lengkap tentang profil lengkap Dewi sartika, berikut biografinya. Biografi Singkat Dewi Sartika Nama Dewi Sartika Lahir 4 Desember 1884 Wafat 11 September 1947 Pasangan Raden Kanduruhan Agah Suriawinata Orangtua R. Rangga Somanegara ayah R. A. Rajapermas Ibu Kelahiran Dewi Sartika Dewi sartika lahir dari keluarga Priyayi sunda ternama, yaitu R. Rangga Somanegara ayah dan R. A. Rajapermas Ibu. Ayahnya adalah seorang pejuang kemerdekaan hingga akhirnya sang ayah dihukum dibuang ke Pulau Ternate oleh pemerintah Hindia Belanda hingga meninggal disana. Meski pada saat itu melanggar adat istiadat, orang tua Dewi Sartika bersikukuh menyekolahkannya ke sekolah Belanda. Kehidupan Dewi Sartika Sepeninggal Ayahnya, Dewi sartika diasuh oleh Pamannya kakak ibunya yang berkedudukan sebagi patih di Cicalengka. Dari pamannya, ia mendapatkan didikan mengenai adat kesundaan, sedangkan wawasan kebudayaan Barat diperolehnya berkat didikan seorang nyonya Asisten Residen bangsa Belanda. Sejak kecil Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat menjadi pendidik dan kegigihan untuk merai kemajuan. Sambil bermain dibelakang gedung kepatihan, ia sering memperagakan praktik ketika di sekolah. Ia mengajari baca tulis, dan bahasa Belanda kepada anak-anak pembantu di kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang dan pecahan genting dijadikannya sebagai alat bantu belajar. Pendidikan Dewi Sartika Sejak kecil, saat Dewi Sartika mengikuti pendidikan sekolah dasar di Cicalengka memang sudah menunjukkan minatnya di bidang pendidikan. Sejak anak-anak ia sudah senang memerankan perilaku seorang guru. Seperti bermain sekolah-sekolahan dengan teman sebayanya, dan Dewi kecil selalu berperan sebagai guru. Hingga ketika itu pada saat Dewi Sartika berusia 10 tahun, Cicalengka digemparkan oleh kemampuan baca tulis dan beberapa pepatah dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan. Hal tersebut menjadi gempar karena waktu itu belum banyak anak-anak yang memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan oleh seorang anak perempuan. Dewi Sartika berpikir agar anak-anak perempuan di sekitarnya bisa memperoleh kesempatan menuntut ilmu pengetahuan, maka ia berjuang mendirikan sekolah di Bandung, Jawa Barat. yang ketika itu ia sudah tinggal di Bandung. Perjuangan Dewi Sartika Mendirikan Sekolah Perjuangan Dewi Sartika untuk mendirikan sekolah tidak sia-sia, ia dibantu oleh kakeknya yang bernama dan Den Hamer yang menjabat sebagai Inspektur Kantor Pengajaran ketika itu. Pada tahun 1904 ia berhasil mendirikan sebuah sekolah yang dinamai “Sekolah Isteri”. Sekolah tersebut hanya memiliki dua kelas, sehingga tidak cukup untuk menampung aktivitas sekolah. Maka, untuk ruang belajar, ia harus meminjam sebagian ruangan Kepatihan Bandung. Awalnya, murid di sekolah tersebut hanya 20 orang. Murid-murid yang hanya wanita itu diajarkan cara berhitung, membaca, menulis, menjahit, merenda, menyulam dan pelajaran agama. Sekolah isteri terus mendapat perhatian positif dari masyarakat. Murid-murid bertambah menjadi banyak, bahkan hingga ruang kepatihan Bandung yang sebelumnya dipinjam juga sudah tidak lagi cukup untuk menampung murid-murid. Untuk mengatasinya, sekolah isteri akhirnya dipindahkan ke tempat yang lebih luas. Dengan berjalannya waktu, sekitar 6 tahun sejak didirikannya, pada tahun 1910, nama sekolah isteri diganti dengan nama Sekolah Keutamaan Istri. Perubahan bukan cuma pada nama saja, tapi terdapat tambahan pelajaran didalamnya. Dewi Sartika berusaha keras mendidik anak-anak gadis agar kelak menjadi ibu rumah tangga yang baik, mandiri, luwes dan terampil. Maka dari itulah pelajaran yang berhubungan dengan pembinaan rumah tangga banyak pula ia berikan di dalam mengajar. Untuk menutupi biaya operasional sekolah, ia membanting tulang mencari dana, jerih payahnya tidak dirasakan sebagai beban, tapi berganti menjadi kepuasan batin karen aia telah berhasil mendidik kaumnya. Ssalah satu semangat yang dimilikinya yaitu dorongan dari berbagai pihak terutama dari Raden Kanduruan Agah Surawinata suaminya, yang telah banyak membantunya mewujudka perjuangan, baik tenaga maupun pemikiran. Pada tahun-tahun berikutnya, dibeberapa wilayah Pasundan bermunculan beberapa Sekolah Istri yang dikelola oleh perempuan-perempuan Sunda yang memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912 sudah berdiri sekitar 9 Sekola Isteri di kota-kota kabupaten. Memasuki usia ke sepuluh, yaitu pada tahun 1914, nama Skolah Isteri diganti menjadi Sakola Kautamaan Istri Sekolah Keutamaan Perempuan. Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan yang belum memiliki Sakola Kautamaan Istri tinggal 3/4, semangat ini menyeberang ke Bukittinggi, dimana Sakola Kautamaan Istri di dirikan oleh Encik Rama Saleh. Pernikahan Dewi Sartika Pada tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden Kanduruan Agah Suriawinata, ia merupakan seseorang yang memiliki visi dan cita-cita sama. Raden Kanduruan Agah Suriawinata adalah seorang guru di Sekolah Karang Pamulang, yang saat itu merupakan Sekolah Latihan Guru. Wafatnya Dewi Sartika Dewi Sartika meninggal pada tanggal 11 September 1947 di Tasikmalaya, dan dimakamkan dengan upacara sederhana di pemakaman Cigagadon- Desa Rahayu kecamatan CIneam. Tiga tahun kemudian, makamnya di pindahkan di kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jl. Karang Anyar Bandung. Penghargaan Untuk Dewi Sartika Jika para pahlawan lainnya melakukan perjuangan untuk bangsa melalui perang frontal seperti angkat senjata, namun Dewi Sartika memilih perjuangan melalui pendidikan. Meskipun bentuk dan cara perjuangan yang dilakukan Dewi Sartika berbeda, Beliau patur disebut seorang pahlawan, karena terlah berbuat sesuatu yang heroik untuk bangsanya sesuai dengan kondisi zamannya. Dengan semangat kegigihan dan ketulusan hatinya untuk membangun masyarakat negeri, sekolah yang didirikannya sebagai saran pendidikan kaum wanita bisa berdiri terus bahjan menjadi panutan di daerah lain. Ia diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1966. Sunda Biografi sareng Profil Pinuh Dewi Sartika - Pahlawan Pendidikan Nasional pikeun Awéwé - Dewi Sartika mangrupikeun pahlawan nasional anu merintis pendidikan pikeun awéwé, sareng anjeunna diakui salaku Pahlawan Nasional ku Pamaréntah Indonésia taun 1966. Pikeun milarian langkung seueur ngeunaan profil lengkep Dewi sartika, sareng biografi dirina. Ringkes Biografi Dewi Sartika Ngaran Dewi Sartika Lahir 4 Désémber 1884 Pupusna 11 Séptémber 1947 Lesmana Radén Kanduruh Agah Suriawinata Kolot R. Rangga Somanegara bapa R. A. Rajapermas Ibu Kalahiran Dewi Sartika Dewi Sartika lahir tina kulawarga Priyayi Sunda anu kawéntar, nyaéta R. Rangga Somanegara bapa sareng R. A. Rajapermas Ibu. Bapana saurang pejuang kabébasan dugi ka tungtungna ramana dihukum diasingkeun ka Ternate Island ku pamaréntahan Hindia Walanda dugi ka anjeunna tilar dunya. Sanajan dina waktos éta ngalanggar adat, kolotna Dewi Sartika negeskeun ngirim anjeunna ka sakola Walanda. Kahirupan Dewi Sartika Saatos pupusna ramana, Dewi Sartika dibesarkan ku pamanna lanceuk indungna anu didominasi di Cicalengka. Ti pamanna, anjeunna dididik kana adat adat reureuh, nalika anjeunna nampi wawasan budaya Kulon berkat latihan palayanan penduduk Walanda. Ti saprak budak leutik, Dewi Sartika parantos nunjukkeun bakat janten pendidik sareng kegigihan pikeun ngahontal maén di tukangeun gedong sakola, anjeunna sering nunjukkeun prakték bari di sakola. Anjeunna ngajar maca sareng nyerat, sareng basa Walanda ka barudak asisten di kepatihan. Dewan kandang karéta api, areng sareng ubin dipaké salaku bahan bantu belajar. Atikan Dewi Sartika Ti saprak budak leutik, nalika Dewi Sartika ngagaduhan pendidikan dasar SD di Cicalengka, anjeunna parantos nunjukkeun minat pendidikan. Kusabab anjeunna masih murangkalih anjeunna resep maénkeun peran guru. Éta sapertos maén sakola sareng babaturan, sareng Dewi saeutik sakedik meta salaku guru. Dugi dugi ka, nalika Dewi Sartika umur 10 taun, Cicalengka kaget ku kamampuan maca sareng nyerat sareng sababaraha paribasa anu aya di Belanda anu dipidangkeun ku barudak kepatihan. Ieu parah di ajar sabab dina waktos éta henteu seueur murangkalih anu ngagaduhan kamampuan sapertos kitu, sareng diajarkeun ku mojang. Dewi Sartika ngira yén budak awéwé di sabudeureun dirina tiasa kasempetan diajar, janten anjeunna narékahan ngadamel sakola di Bandung, Jawa Kulon. nalika anjeunna parantos tinggal di Bandung. Perjuangan Dewi Sartika pikeun Ngadegkeun Sakola Perjuangan Dewi Sartika netepkeun hiji sakola henteu sia-sia, anjeunna dibantuan ku aki anu namina sareng Den Hamer anu janten Inspektur di kantor Pangajaran dina waktos taun 1904 anjeunna junun ngadegkeun sakola anu dingaranan "School of Wives". Sakola sakola gaduh ukur dua kelas, janten éta teu cekap pikeun ngaakomodasi kagiatan sakola. Janten, pikeun ruangan diajar, anjeunna kedah nginjeum bagian tina kamar Kepatihan di Bandung. Mimitina, ngan aya 20 siswa di sakola. Murid awéwé éta diajarkeun kumaha ngan ukur, maca, nyerat, ngaput, crochet, nyulik sareng diajar agama. Sakola istri istri terus nampi perhatian anu positif ti masarakat. Jumlah mahasiswa ningkat, bahkan dugi ka kamar pangajaran Bandung anu sateuacana dipinjamanana henteu cekap pikeun nampung murid. Pikeun ngatasi ieu, Sakola pamajikan tungtungna dipindahkeun ka tempat anu langkung lega. Kalayan wanci waktos, sakitar 6 taun ti saprak diadegkeun, taun 1910, nami sakola istri dirobih janten nami Sekolah Kepala Istri Sakola. Parobihan henteu ngan ukur namina, tapi aya pelajaran tambahan dina éta. Dewi Sartika narékahan pikeun ngadidik budak awéwé ambéh maranéhanana bakal janten rumah tangga anu saé, mandiri, fleksibel sareng terampil. Janten ti éta pangajaran anu aya patalina sareng palatih rumah tangga anjeunna ogé seueur masihan pangajaran. Pikeun nutup biaya operasional sakola, anjeunna teras-terasan mendakan dana, tarékahna henteu dirasa salaku beban, tapi janten ka jero haté kusabab anjeunna parantos ngadidik nafsu anu anjeunna gaduh dorongan ti sababaraha pihak, khususna ti Raden Kanduruan Agah Surawinata salakina, anu ngabantosan anjeunna nyiptakeun perjuangan, tanaga sareng pamikiran. Dina taun-taun di handap ieu, di sababaraha daérah Pasundan, sababaraha Sakola Istri muncul, anu diurus ku awéwé Sundan anu ngagaduhan cita-cita anu sami sareng Dewi Sartika. Taun 1912 parantos aya sakitar 9 Sekola Isteri di kota kacamatan. Lebetkeun umur sapuluh, nyaéta, dina taun 1914, nami Sakola Istri dirobih janten Sakola Kautamaan Istri Sekolah Keutamaan Awéwé. Kota-kota kabupaten Pasundan anu teu gaduh Sakola Kautamaan Istri ngan ukur 3/4, sumanget ieu meuntas ka Bukittinggi, dimana Sakola Kautamaan Istri didirikan ku Encik Rama Saleh. Nikah Dewi Sartika Di taun 1906, Dewi Sartika nikah ka Radén Kanduruan Agah Suriawinata, anjeunna mangrupikeun batur anu ngagaduhan visi sareng cita-cita anu sami. Radén Kanduruan Agah Suriawinata nyaéta guru di Sakola Karang Pamulang, anu dina waktos éta nyaéta Sakola Pelatihan Guru. Pupusna Dewi Sartika Dewi Sartika tilar dunya dina 11 Séptémber 1947 di Tasikmalaya, sareng dikubur ku upacara sederhana di pamakaman Désa Cigagadon- Rahayu, Kecamatan CIneam. Tilu taun ti harita, kuburanna dipindahkeun ka Komplek pamakaman Bupati Bandung di Jl. Karang Anyar pikeun Dewi Sartika Upami pahlawan sanés ngalaksanakeun perjuangan pikeun bangsa ngalangkungan perang hareup sapertos nyandak senjata, tapi Dewi Sartika milih perjuangan ngalangkungan pendidikan. Sanaos bentuk sareng metode perjuangan anu dilakukeun ku Dewi Sartika béda-béda, anjeunna disebut pahlawan, sabab parantos ngalaksanakeun hal anu gagah pikeun jalma-jalma numutkeun kaayaan jamanna. Kalayan sumanget sareng kasabaran pikeun ngawangun masarakat nagara, sakola anu anjeunna didirikeun salaku naséhat pendidikan pikeun awéwé tiasa terus nangtung sanajan janten panutan di daérah sanés. Anjeunna diwanohkeun salaku Pahlawan Nasional ku Pamaréntah Indonésia dina 1966.
Pahlawan nasional Dewi Sartika adalah salah satu tokoh yang berjasa besar dalam melawan penjajahan Belanda. Dia lahir di Suryakencana, Bogor, Jawa Barat pada tanggal 31 Maret 1884. Ia merupakan anak pertama dari pasangan Raden Mas Sartika dan Raden Ayu Tjihi. Dewi Sartika mulai mengenyam pendidikan di sekolah rakyat pada usia tujuh tahun. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Guru Priyayi SGPO di Jakarta. Setelah lulus, ia bekerja sebagai guru di sekolah rakyat di beberapa wilayah di Jawa Barat. Selain mengajar, ia juga aktif di berbagai kegiatan sosial yang dilakukan oleh para pemuda pada saat itu. Masa Perjuangan Dewi Sartika Pada masa perjuangan untuk menentang Belanda, Dewi Sartika menjadi salah satu pendiri Sarekat Islam. Ia juga berpartisipasi dalam berbagai aksi demonstrasi di Jakarta. Pada tahun 1913, ia dan sejumlah pemuda lainnya melakukan perlawanan terhadap Belanda dengan melakukan demonstrasi di depan Istana Negara. Akhirnya, pada 2 Mei 1913, mereka ditangkap dan dipenjara. Meskipun Dewi Sartika berhasil dibebaskan dari tahanan pada tahun 1914, ia tetap aktif di berbagai kegiatan perlawanan hingga akhirnya Belanda menyerah pada Indonesia pada tahun 1945. Kontribusi Dewi Sartika Selain menjadi salah satu pendiri dan aktivis perjuangan, Dewi Sartika juga terlibat dalam berbagai kegiatan sosial lainnya. Dia adalah salah satu pendiri dan sekaligus ketua Yayasan Sartika, yang didirikan pada tahun 1921. Yayasan ini memiliki tujuan untuk membantu anak-anak yatim dan membuka wadah bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan. Selain itu, Dewi Sartika juga aktif di organisasi-organisasi wanita, seperti Persatuan Wanita Indonesia dan Pengurus Besar Wanita Indonesia. Penghargaan Dewi Sartika Karena kontribusi dan jasa nyata yang telah dilakukannya untuk bangsa Indonesia, Dewi Sartika dihargai dengan berbagai macam penghargaan. Pada tahun 1928, ia menerima Penghargaan Raden Adjeng Kartini dari Pemerintah Hindia Belanda. Pada tahun 1951, ia menerima Bintang Mahaputera Adipradana dari Presiden Soekarno. Ia juga menerima penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah Jepang pada tahun 1945. Kehidupan Setelah Perjuangan Setelah menyelesaikan perjuangannya, Dewi Sartika kembali ke Bogor dan melanjutkan kegiatan sosialnya. Ia terlibat dalam berbagai organisasi sosial dan keagamaan seperti Partai Islam Indonesia PII dan Persatuan Guru-Guru Republik Indonesia. Ia juga menjadi salah satu pendiri dan sekaligus ketua Yayasan Sartika yang didirikan pada tahun 1921. Di tahun 1956, Dewi Sartika memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan ketua Yayasan Sartika karena alasan kesehatan. Akhirnya, pada 20 Maret 1958, Dewi Sartika meninggal di usia 74 tahun. Legasi Dewi Sartika Dewi Sartika dihormati sebagai salah satu pahlawan nasional yang berjasa besar dalam melawan penjajahan Belanda. Ia dikenal sebagai seorang yang berkepribadian baik, berdedikasi tinggi, dan berani menghadapi segala rintangan. Ia juga dihormati karena kesetiaannya terhadap tanah air, serta kontribusi nyata yang telah dilakukannya untuk bangsa Indonesia. Legasi Dewi Sartika masih terus hidup hingga sekarang, dan ia dihormati sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berjasa besar. Kesimpulan Dewi Sartika adalah salah satu pahlawan nasional yang berjasa besar dalam melawan penjajahan Belanda. Ia dikenal sebagai seorang yang berkepribadian baik, berdedikasi tinggi, dan berani menghadapi segala rintangan. Ia juga dihormati karena kesetiaannya terhadap tanah air, serta kontribusi nyata yang telah dilakukannya untuk bangsa Indonesia. Legasi Dewi Sartika masih terus hidup hingga sekarang, dan ia dihormati sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berjasa besar.
“Dewi Sartika adalah seorang pejuang wanita yang berasal dari Jawa Barat dan menjadi perintis pendidikan bagi kaum wanita dengan mendirikan Sekolah Isteri.” Selain Kartini, adapun pejuang wanita lain bernama Dewi Sartika yang kerja kerasnya juga sangatlah berjasa untuk seluruh bangsa hingga saat ini atau bahkan sampai kapan pun. Ia merintis pendidikan bagi kaum wanita hingga diakui sebagai Pahlawan Nasional Indonesia oleh pemerintah pada tahun 1966. Apabila Anda penasaran dengan bagaimana kisah hidup dan perjuangannya, simak ulasan di bawah ini dengan seksama! Nama Lengkap Raden Dewi Sartika Kebangsaan Indonesia Tempat Lahir Cicalengka, Bandung, Jawa Barat Tanggal Lahir 4 September 1884 Profesi Utama Pahlawan Nasional Indonesia Prestasi atau Penghargaan Mendapatkan gelar Orde van Oranje-Nassau sebagai penghargaan bagi pejuang pendidikan. Telah diakui sebagai salah satu Pahlawan Nasional pada tanggal 1 Desember 1966. Kehidupan Awal Dewi Sartika lahir dari keluarga yang cukup berada dan ternama. Ayahnya bernama Rangga Somanegara yang juga seorang pejuang kemerdekaan dan menjalani hukuman dibuang ke Pulau Ternate hingga meninggal. Sementara ibunya adalah Raden Ajeng Rajapermas. Setelah sang ayah meninggal, Dewi Sartika diasuh oleh pamannya yang menjabat sebagai patih atau gubernur di Cicalengka. Ia diberikan pelajaran mengenai adat Sunda. Selain itu, Dewi Sartika juga mendapatkan wawasan tentang kebudayaan Barat karena dididik oleh nyonya Asisten Residen bangsa Belanda. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan bakat untuk mendidik dengan mengajari bahasa Belanda dan baca tulis kepada anak-anak pembantu kepatihan. Alat yang digunakan adalah papan bilik kandang kereta, pecahan genting, dan arang. Perjuangan Pada tahun 1899, Dewi Sartika pindah ke Bandung. Pada tanggal 16 Januari 1904 atas bantuan sang kakek, yaitu Martanegara ia mendirikan sekolah yang diberi nama Sekolah Isteri dan berlokasi di Pendopo Kabupaten Bandung. Awalnya hanya tersedia 2 ruang kelas saja dengan jumlah murid sebanyak 20 orang. Namun, seiring berjalannya waktu mereka terus mendapatkan citra positif di mata masyarakat sekitar sehingga muridnya semakin bertambah. Dikarenakan ruang yang tidak cukup, ruang kepatihan Bandung pun akhirnya dipinjam untuk menampung mereka. Setelah itu, pada tahun 1910 sekolah ini akhirnya direlokasi atau dipindah ke Jalan Ciguriang dan namanya diubah menjadi Sekolah Kaoetamaan Isteri. Sekolah ini mengajar para wanita agar bisa membaca, menulis, berhitung, merenda, menjahit, menyulam, berpendidikan agama, pembinaan rumah tangga, dan beberapa keterampilan lain. Dewi Sartika berharap agar para muridnya kelak bisa menjadi ibu rumah tangga yang baik, mandiri, dan terampil. Pada tahun 1912, setidaknya sudah ada 9 sekolah yang tersebar di Jawa Barat. Pada tahun 1920, sekolah ini berkembang menjadi 1 sekolah di setiap kota. Namanya pun diubah kembali menjadi Sekolah Raden Dewi. Pada masa kependudukan Jepang, sekolah wanita ini mengalami krisis khususnya dalam hal keuangan. Ia terus bekerja keras agar bisa menutupi semua kebutuhan. Wafat Pasca kemerdekaan, kesehatannya semakin menurun dan kemudian meninggal pada tanggal 11 September 1947 di Tasikmalaya. Ia dimakamkan di pemakaman Cigagadon – Desa Rahayu, Cineam. Namun, 3 tahun setelahnya makam dipindahkan ke kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jalan Karang Anyar Bandung. Pada artikel mengenai biografi Dewi Sartika ini kita semua bisa mengambil pelajaran bahwa wanita bukanlah makhluk lemah bahkan karena kegigihannya ia mampu membantu banyak orang untuk membangun peradaban yang lebih baik. Jadi, para wanita harus tetap semangat ya! Referensi 2022. Biografi Dan Profil Lengkap Dewi Sartika – Pahlawan Nasional Pendidikan Untuk Kaum Wanita. [Internet]. Terdapat pada 2022. Dewi Sartika. [Internet]. Terdapat pada
Biografi Raden Dewi Sartika dalam Bahasa Sunda Posted on 10 Juni 2015 “DEWI SARTIKA PAHLAWAN SUNDA” IBU Dewi Sartika dilahirkeurnana tanggal 4 Desember 1884 di kota Nyiraden Radjapermas, ari ramana Raden Somanagara, Patih Bandung duanana turunan para bupati anu tedak-tumedak ti jaman Dipati Ukur keneh nepi ka perang dunya kadua. Ibu Dewi Sartika katelahna ku jalma rea mah Agan Dewi. Agan teh sesebutan ka wargi-wargi dalem anu landes boh prya boh wanita,ari putra-putra dalem disebutna mun priya aom,mun wanita juag. Dina ka tompernakeun abad ka-19 wanita Sunda masih dikungkung ku adat istiadat kuna anu turun-tumurun ti jaman ka jaman. Wanita harita taya deui ancoanana ngan pikeun jadi „patih goah”, tegesna ngurus dahareun jeung sumujud ka salaki, supaya runtut-raut lambat-lambut nya laki rabi. Rupa-rupa elmu jeung kapinteran,saperti maca,nulis,ngitung jsb. pikeun awewe mah basana teu perlu, da moal jadi juru tulis. Sanajan harita di ungga1-unggal dayeuh geus aya sakola kabupaten hiji,tapi muridna lalaki wungkul,da awewe mah teu meunang loba codeka cenah. Ngan ngaji anu dimeunangkeun teh,kitu oge nu ngaraji teh ngan anak menak atawa nu beunghar sarta ngajina di saimahna-saimahna diadon ku guru ngaji. Sapoe-poe teh barudak awewe nu geus rada gede kudu nguprek di imah bae,sagawe-gawe nu sakira perlu pibaringeun. Ana rajeun indit-inditan,lamun dibawa ku kolotna. Cacampuran jeung pamuda babadanana dianggap kalakuan nu goreng kabina-bina. Upama nindak kana rumaja putri,komo lamun geus rek dikawinkeun mah, parawan-parawan kudu bae dipingit,teu meunang bijil ka buruan-buruan acan. Kitu biasana di kota. Ari di pasisian,lantaran kaayaan hirup kumbuh beda deui, arang-arang aya nu dipingit teh,ngan cacampuran,sumawonna sakola mah teu meunang. Upama aya wanita nu bisa maca nulis teh alam harita mah kacida anehna,teu beda jeung budak ngora buta huruf dina jaman ayeuna. Ari nu sok aya wanita bisa maca,nulis ngan di bangsa menak,tapi lain diajar di sakola,diajar di imah da bisi guyur salelembur ear sajajagat,ari sakola mah Kitu kaayaanana masarakat wanita di Pasundan dina waktu Ibu Dewi keur leutikna keneh geus katembong,yen Ibu Dewi ngabogaan sipat nu langka kapanggih di barudak awewe jaman haritasajaba ngoprek jeung tetelepek,resep ka nu anyar-anyar,aya sumelap sipat-sipat pamingpin deuih. Rama Ibu Dewi,Raden Somanagara tea kaasup ka menak anu resep kana kamajuan bob pikeun awewe boh pikeun lalaki. Ku andjeunna kamanah,yen pangarti teh sarat mutlak pikeun kamajuan sewangsewangan jeung kamajuan masarakat. Jaba ti eta anjeunna tingali deuih,yen masarakat wanita Sunda disengker ku adat kuna. Sing saha anu kaluar tina eta sengkeran tangtu diaromongkeun,disebut nirca tina kaSundaan,teu mustail disebut nyorang paharaman. Tapi sanajan kitu awahing nyaah ka putra, Ibu Dewi geblus disakolakeun ka sakola Walanda. Di sakolana Ibu Dewi kaasup kana murid maju,saregep jeung dipikaresep ku babaturanana, anak-anak Walanda. Sanggeus ramana pupus,Ibu Dewi diurus ku uana ti ibu,nya eta Patih Aria Cicalengka. Didikan kaSundaan utama nu dihanca di kapatihan Bandung,diteruskeun di kapatihan Cicalengka. Jaba ti eta Ibu Dewi sok diwurukan paham-paham barat ku nyonya asisten residen. Beuki gede beuki tembong bae,yen Ibu Dewi teh ngabogaan bakat pikeun ngatik barudak, sarta karep nu cengeng kana hayang maju. Di pipir gedong kapatihan anjeunna sok mindeng pisan sasakolaan,ngajar maca nulis ka anak-anak badega kapatihan,malah sakecap-kecapeun basa Walanda. Ari minangka borna panto kandang kareta,nulisna ku areng, minangka sabakna beubeulahan kenteng,nulisna ku areng deuih. Sanajan disebutna sasakolaan sarta ngajarna jeung dialajarna bari ulin,ku sabab aya topek bawa ngajadi di nu jadi guruna,teu burung aja hasilnasababaraha urang anak-anak rencang nu barisaeun maca jeung kituna atuh dieuleuh-euleuh ku urang dayeuh,anak gandek bisa maca nulis,tur guruna budak umur 10 taun. Da umumna mah istri-istri priyayi oge loba anu „lalolong”. Ti barang aya pikiran hideng oge,Ibu Dewi ujug-ujug katarik bae ku pagawean guru,basana sanggeus sok sasakolaan mah,geus ngarasakeun hasil pagaweanana,kana jadi guru teh beuki manteng bae. Babad salira Déwi Sartika lahir ti kulawarga ménak Sunda, Nyi Radén Rajapermas jeung Radén Somanagara. Najan ngarempak adat kabaheulaan, ramana keukeuh nyakolakeun Déwi Sartika, malah ka sakola Walanda pisan. Sapupus ramana, Déwi Sartika dirorok ku uwana lanceuk ibuna, nu jeneng patih di Cicaléngka. Ti uwama anjeunna meunang atikan kasundaan, sedengkeun wawasan kabudayaan Kulon beunang pangwuruk istri Asistén Résidén. Bakat pangatik Ti leuleutik, Déwi Sartika geus némbongkeun bakat pangatik jeung kakeyeng kana kamajuan. Bari ulin di pipir gedong kapatihan, anjeunna sok sasakolaan, ngajar baca tulis, malah ngajarkeun basa Walanda, ka barudak anak babu, juru masak, jongos, kusir, jeung pangebon kapatihan. Minangka borna, nyaéta papan bilik kandang karéta, nulis maké areng, sabakna sesemplékan kenténg. Harita téh ukur Déwi Sartika kakara sapuluh taunan, Cicaléngka geunjleung alatan barudak badéga kapatihan barisaeun baca tulis jeung sababaraha kecap basa Walanda. Geunjleung, sabab jaman harita mah teu loba anak cacah boga kabisa kitu, komo beunang ngajar budak awéwé. Mangkat rumaja Nalika geus rumaja, Déwi Sartika mulang deui ka ibuna di Bandung. Jiwana anu beuki sawawa, terus ngagiring anjeunna kana ngawujudkeun angen-angenna. Hal ieu karojong ku watek pamanna, Bupati Martanagara, pamanna pituin, nu mémang boga kereteg nu sarua. Ngan, pamanna teu kitu baé bisa ngawujudkeun kahayang alona, sabab adat jaman harita nganggap awéwé teu perlu sakola, cukup ku bisa migawé naon rupa nu bisa pikeun ngawulaan salaki. Tina ku sumanget jeung keyengna, tungtungna Déwi Sartika bisa ngayakinkeun pamanna, sangkan diwidian ngadegkeun sakola istri. Nikah Taun 1906, Déwi Sartika nikah ka Radén Agah Suriawinata, saurang nonoman nu sapikir sahaluan, sajiwa sacita-cita, guru di Sakola Karang Pamulang, nu harita jadi Sakola Latihan Guru. Ngadegkeun sakola Tanggal 16 Januari 1904, Déwi Sartika muka Sakola Istri munggaran sa-Indonésia. Murid-muridna angkatan munggaran aya 20 urang, migunakeun rohangan pandopo kabupatén Bandung. Sataun ti harita, 1905, sakolana nambahan kelas, sahingga merlukeun pindah ka Ciguriang. Lulusanana mimiti kaluar taun 1909, ngabuktikeun ka bangsa urang yén awéwé taya bédana jeung lalaki, bisa nampa pangajaran modél Kulon. Taun 1910, sakolana diropéa migunakeun harta banda pribadina sahingga bisa nyumponan sarat-sarat sakolaan formal. Taun-taun salajengna di sawatara Tatar Sunda mitembeyan jlug-jleg sakola istri, utamana dikokolakeun ku sababaraha istri Sunda nu saangen-angen jeung Déwi Sartika. Taun 1912 geus aya salapan Sakola Istri di kota-kota kabupatén satengahna ti julmah kota kabupatén sa-Pasundan. Dina umur anu kasapuluh, taun 1914, ngaran sakolana diganti jadi Sakola Kautamaan Istri. Kota-kota kabupatén Tatar Sunda nu can boga Sakola Kautamaan Istri kari tilu/opat deui. Malah meuntas heula ka Bukittinggi, Sakola Kautamaan Istri diadegkeun ku Encik Rama Saléh. Tatar Sunda kakara lengkep miboga Sakola Kautamaan Istri di unggal kota kabupatén dina taun 1920, katambah ku sababaraha nu ngadeg di kota kawadanaan. Bulan Séptémber 1929, Déwi Sartika nyieun pangéling-ngéling sakolana nu geus ngadeg salila 25 taun, sarta sakolana ganti ngaran jadi “Sakola Radén Déwi”. Kana giatna dina ngamajukeun rahayat, utamana kaom istri, Déwi Sartika diganjar bintang jasa ku pamaréntah Hindia-Walanda.
biografi dewi sartika bahasa sunda