Doktermemasukkan alat k miss V. komunitas ibu hamil terbesar di Indonesia. adat jawa mapati, budaya jawa mapati, doa mapati, doa mitoni, lebih baik 4 bulanan atau 7 bulanan, mapati dalam islam, mitoni 7 bulanan, perhitungan 4 bulanan menurut adat jawa, sesaji hamil 4 bulanan, tata cara mapati, upacara 4 bulan kehamilan, upacara Tujuanmelaksanakan mitoni yaitu memohon pertolongan kepada Allah. Upacara ini diselenggarakan untuk memohon keselamatan, baik bagi ibu yang mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan. Mitoni adalah susunan upacara peredaran hidup yang saat ini masih dilakukan oleh masyarakat Jawa. Mitoni dilakukan saat usia kandungan berumur tujuh bulan. Caramenghitung 3 bulanan bayi adat jawa. Sebelum turun tanahm bayi yang berusia . Agar tidak punah masyarakat jawa menggelar ritual menyambut usia 7 bulan pada seorang bayi yakni tradisi turun tanah. Acara selamatan ini dilakukan saat sang bayi berusia 35 hari atau selapan. Budaya lain yang ada di jawa yaitu adanya peringatan 3 bulanan dan 7. TATACARA PELAKSANAAN 1. Acara mitoni didahului dengan sungkeman calon ibu dan calon ayah kepada eyang putri dan eyang kakung dari pihak calon ibu (CI), dilanjutkan eyang putri dan eyang kakung pihak calon ayah (CA). 2. Sungkeman CI dan CA kepada eyang-eyang dan sesepuh berjumlah tujuh (7) orang. 3. Siraman. Salahsatu yang paling terkenal adalah mitoni, acara 7 bulanan dalam adat Jawa yang hingga kini masih banyak dilakukan oleh ibu hamil. Mitoni, dalam tradisi Jawa, adalah serangkaian upacara siklus hidup. Mitoni sendiri berasal dari kata 'am' dan 'pitu'. 'Am' menunjukkan kata kerja, sementara 'pitu' berarti tujuh atau hitungan 1Acara tujuh bulanan dimaknai sebagai permintaan akan keselamatan dan pertolongan pada Yang Maha Kuasa. Mitoni, tingkeban, atau Tujuh bulanan merupakan suatu prosesi adat Jawa yang ditujukan pada wanita yang telah memasuki masa tujuh bulan kehamilan. CaraMenghitung 7 Bulanan Adat Jawa. by admin; May 24, 2022; Selamat datang di IbuHamil.com, sebuah forum seputar kehamilan. Untuk bertanya atau diskusi dengan bumil lain, silakan bergabung dengan komunitas kami. f u j i e TS. cara ngitung 7 bulanan adat jawa? CaraMenghitung 7 Bulanan Adat Jawa Biaya 7 bulanan 2019 : office 2010 unlicensed product fix. Terbaru / By Jeanne. Pada postingan kali ini saya akan sharing Info perihal Biaya 7 Bulanan 2019 : Office 2010 Unlicensed Product Fix - passlspec, Info ini dihimpun dari berbagai sumber jadi mohon maaf kalau informasinya tidak cukup lengkap atau V7Ci. ArticlePDF AvailableAbstractThis article discusses the Javanese tradition in the form of mitoni, the writing of this article aims to analyze the mitoni tradition carried out by people in Java, starting from the preparation before carrying out the mitoni tradition ceremony to the stage of implementing the mitoni tradition. The method used in writing this article is a literature study which is used as a source of data taken from journals and digital books, besides that the data collection technique also uses interview techniques conducted to actors who have carried out the mitoni tradition. The result of writing an article is in the form of a tradition which means that it is a habit that is carried out from the ancestors and then passed on from generation to generation from one generation to the next. In this article, we discuss the mitoni tradition. Mitoni is a tradition carried out by the Javanese people when a mother is pregnant with her first child at the age of seven months. This mitoni tradition usually includes the preparation of tools and materials before carrying out the mitoni tradition ritual, then doing the mitoni tradition starting from the bathing stage, splitting coconut ivory, changing seven kinds of cloth, selling dawet ice and rujak. Then when bathing, the dipper used is made of coconut shell. Furthermore, this article also discusses the meaning of the mitoni tradition which is also called tingkeban. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 170 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya Email Abstract This article discusses the Javanese tradition in the form of mitoni, the writing of this article aims to analyze the mitoni tradition carried out by people in Java, starting from the preparation before carrying out the mitoni tradition ceremony to the stage of implementing the mitoni tradition. The method used in writing this article is a literature study which is used as a source of data taken from journals and digital books, besides that the data collection technique also uses interview techniques conducted to actors who have carried out the mitoni tradition. The result of writing an article is in the form of a tradition which means that it is a habit that is carried out from the ancestors and then passed on from generation to generation from one generation to the next. In this article, we discuss the mitoni tradition. Mitoni is a tradition carried out by the Javanese people when a mother is pregnant with her first child at the age of seven months. This mitoni tradition usually includes the preparation of tools and materials before carrying out the mitoni tradition ritual, then doing the mitoni tradition starting from the bathing stage, splitting coconut ivory, changing seven kinds of cloth, selling dawet ice and rujak. Then when bathing, the dipper used is made of coconut shell. Furthermore, this article also discusses the meaning of the mitoni tradition which is also called tingkeban. Keywords Mitoni, Cultural Traditions, Javanese Community Pendahuluan Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki beribu-ribu pulau dengan beragam kebudayaan, suku bangsa, dan tradisi di setiap daerahnya disertai dengan keunikan yang dimiliki di masing-masing daerah. Salah satu tradisi yang dimiliki ialah tradisi mitoni yang dimiliki masyarakat Jawa1. Masyarakat yang ada di Jawa memiliki beragam kebudayaan yang di dalamnya masih terkandung nilai-nilai kearifan lokal, salah satunya adalah tradisi yang dilakukan saat kehamilan hingga ke tahap melahirkan, misalnya 1 Marliyana, Iskandarsyah, dan Wakidi, “Tradisi Mitoni Masyarakat Jawa di Desa Marga Kaya Kabupaten Lampung Selatan,” PESAGI 4, no. 1 2016. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 171 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 selamatan untuk bayi yang baru lahir selamatan brokohan, selamatan untuk bayi yang berusia 5 hari sepasaran, selamatan untuk bayi yang usinya 35 hari selapanan, selamatan untuk bayi yang berusia 3 bulan 15 hari telunglapan, tradisi 7 bulan kehamilan mitoni, dan tradisi saat bayi berusia 1 tahun ngetahuni2. Pelaksanaan selamatan kehamilan dalam bentuk sebuah tradisi merupakan bentuk rasa syukur serta memohon doa supaya calon bayi bisa mengalami pertumbuhan dengan sehat serta ketika hendak dilahirkan tidak menghadapi rintangan dan lahir dengan selamat. Selamatan yang dilakukan saat sang ibu mengandung seorang anak dapat berupa mapati, mitoni, dan maluhi3. Tradisi adalah semua yang meliputi kepercayaan, ajaran, kebiasaan, serta adat yang diwarisi dari nenek moyang ke generasi penerus secara turun temurun. Mitoni merupakan tradisi yang dimiliki oleh masyarakat Jawa untuk memperingati tujuh bulan usia kandungan individu, mitoni sendiri berasal dari bahasa Jawa yaitu kata pitu yang memiliki arti tujuh. Oleh karena itu tradisi ini dilaksanakan pada kehamilan tujuh bulan. Upacara mitoni hanya dilaksanakan pada kehamilan anak pertama, sehingga pada kehamilan anak kedua, ketiga, dan seterusnya tradisi mitoni ini tidak dilakukan4. Tradisi juga dapat diartikan sebagai adat kebiasaan ataupun suatu proses kegiatan yang menjadi hak milik bersama di dalam suatu kelompok masyarakat, tradisi juga dilakukan secara terus-menerus dalam suatu masyarakat, dan dapat menjadi identitas suatu masyarakat. Selain itu ada juga yang namanya tradisi lisan, artinnya sebuah tradisi yang disampaikan secara terus-menerus dari satu generasi ke generasi selanjutnya yang disampaikan melalui lisan5. Adapun di daerah-daerah lain, tradisi mitoni sering kali disebut dengan tingkeban yang dalam pelaksanaannya sudah disesuaikan dengan 2 Yohanes Boanergis, Jacob Daan Engel, dan David Samiyono, “Tradisi Mitoni Sebagai Perekat Sosial Budaya Masyarakat Jawa,” Jurnal Ilmu Budaya 16, no. 1 2019 49–62. 3 M. Yusuf Amin Nugroho et al., Ensiklopedia Kebudayaan Wonosobo Bimalukar Kreativa, 2020. 4 Wiranoto, Cok Bakal Sesaji Surabaya CV Jakad Publishing, 2018. 5 R. Sibarani, “Pendekatan Antropolinguistik Terhadap Kajian Tradisi Lisan,” Jurnal Ilmu Budaya 1, no. 1 2015 1–17. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 172 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 adat, mulai dari hari pelaksanaanya yang ditentukan di hari Selasa atau hari Sabtu dan dilakukan di tanggal yang ganjil berdasarkan kalender Jawa, seperti tanggal 7 dan tanggal 15 di waktu siang hari pada pukul 11 Tradisi Mitoni yang dilakukan saat usia kehamilan 7 bulan, yang hanya dilakukan untuk anak pertama memiliki tujuan dalam pelaksanaanya berupa memberikan keselamatan bagi bayi saat berada dalam kandungan, saat sudah dilahirkan, dan hingga dewasa. Sehingga upacara mitoni dapat memberikan simbol bahwa anak akan selalu diberikan keberkahan oleh Yang Maha Esa. Tradisi mitoni bagi masyarakat Jawa sangat penting dilakukan, adapun dalam pelaksanaanya ada banyak hal yang harus dipersiapkan sebelum upacara mitoni dilakukan, di antaranya yaitu mulai dari persiapan alat dan bahan, hidangan makanan, persiapan kain yang akan digunakan misalnya beragam kain yang di batik dengan motif yang berbeda7. Selain itu, tradisi ini dilakukan dengan tujuan untuk meminta permohonan agar diberi keselamatan bagi calon ibu dan calon anaknya. Di dalam rangkaian pelaksanaan tradisi mitoni juga mengundang keluarga, kerabat, dan tetangga untuk turut serta dan menyaksikan pelaksanaan tradisi mitoni yang dilakukan saat calon ibu mengandung anak pertama di usia kandungan yaitu tujuh bulan8. Metode Penelitian Metode yang penulis gunakan yaitu metode deskriptif. Menurut pendapat Travers 1978 metode deskriptif digunakan dengan tujuan memberikan gambaran mengenai sifat sesuatu yang sedang terjadi pada saat penelitian dilakukan dan memberikan pemeriksaan mengani sebab-sebab dari gejala tertentu9. Adapun dalam penggalian data yang didapatkan yaitu melalui teknik wawancara terhadap pelaku yang pernah menjalankan tradisi mitoni, dan menggunakan sumber lainnya seperti buku dan jurnal. 6 Puji Rahayu dan Dkk, Tradisi-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Semarang Forum Muda Cendikia, 2019. 7 F. Setyaningsih, “Bentuk dan Makna Upacara Manusian Yadnya Mitoni dengan Tradisi Jawa,” Jurnal Agama Hindu 25, no. 2 2020 276–89. 8 Baidawi, Sejarah islam di Jawa Yogyakarta Araska, 2020. 9 H. Umar, Riset SDM dalam Organisasi Husein Umar Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 2005. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 173 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Wawancara adalah sebuah pembicaraan yang mengarah kepada sebuah permasalahan tertentu meliputi tanya jawab secara lisan yang melibatkan 2 orang atau lebih serta bertatap muka, dan mendengarkan keterangan dari narasumber secara langsung saat melakukan wawancara10. Adapun menurut Dexter 1985 wawancara merupakan pembicaraan yang memiliki tujuan untuk memperoleh informasi mengenai seseorang, sebuah kejadian, sebuah kegiatan, sebuah perasaan dan motivasi serta informasi mengenai kepedulian11. Hasil dan Pembahasan Tradisi Mitoni adalah keadaan seorang wanita yang mengalami kehamilan di usia 7 bulan, sehingga dilakukan sebuah upacara atau ritual yaitu dengan melaksanakan tradisi mitoni yang meliputi tahap pemandian oleh 7 orang, setelah dimandikan kemudian dilakukan pergantian kain sebanyak 7 kain, tahap selanjutnya yaitu menjatuhkan kelapa gading dan di belah menjadi 2, kemudian dilakukan pemecahan telur, lalu menjual es dawet dan rujak yang akan di beli oleh keluarga, saudara, kerabat, dan teman temannya Wawancara Sarinah, 2021. Mitoni adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat yang ada di tanah Jawa, kemudian tradisi ini dilakukan untuk memperingati usia kehamilan sang ibu yaitu berada pada usia tujuh bulan Wawancara Sabariyah, 2021. Mitoni adalah keadaan suami dan istri yang baru menikah, kemudian sang istri mengandung anak pertama di usia kandungan ke-7 bulan dilakukan sebuah ritual tradisi mitoni, akan tetapi jika usia kehamilan sudah lewat dalam usia 7 bulan maka tidak bisa dilakukan tradisi mitoni Wawancara Kosim M, 2021. Mitoni adalah sebuah tradisi yang dilakukan berupa ritual saat seorang wanita mengandung dengan usia kandungan 7 bulan. Prosesi pelaksanaan mitoni dapat meliputi pemandian ibu hamil dengan air yang sudah dicampur dengan bunga setaman dan dalam pemandian di selipkan doa-doa agar bisa mendapatkan rahmat dan keberkahan dari Tuhan, supaya sang anak di dalam kandungan dapat lahir secara sehat, selamat, tidak 10 Wiranoto, Makna Simbolik Cok Bakal dalam Upacara Adat Masyarakat Jawa Serta Implikasi Sosial Umat Hindu di Kabupaten Banyuwangi Surabaya CV Jakad Publishing, 2019. 11 M. Nazir, Metode Penelitian Jakarta Ghalia Indonesia, 1998. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 174 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 memiliki kekurangan dalam anggota tubuh, dan mendapatkan rasa kebahagiaan dikehidupannya kelak12. Berdasarkan sejarahnya tradisi mitoni sudah ada sejak zaman pemerintahan seorang bernama Prabu Jayabaya, yang mengisahkan adanya seorang pasangan suami istri yang memiliki nama Niken Satingkeb dan Sadiyo punggawa di kerajaan Kediri. Niken melahirkan 9 anak dari rahimnya akan tetapi tidak ada satu pun dari anaknya tersebut yang hidup, sehongga mereka pergi ke seorang raja bernama Jayabaya menceritakan cerita hidupnya dan meminta agar bisa memiliki anak kembali serta tidak mengalami kejadian yang terjadi dimasa lalunya. Sang Raja Jayabaya akhirnya memberikan sebuah petunjuk untuk Niken Satingkeb supaya melakukan 3 ritual yaitu mandi setiap hari rabu, mandi setiap hari sabtu, mandi suci di sore hari sekitar jam Selain itu alat mandi yang digunakan yaitu berupa gayung tempurung kelapa dan dalam proses pemandian diselipkan doa-doa13. Pelaksanaan tradisi mitoni pada masyarakat Jawa biasanya dilakukan saat kehamilan berusia 7 bulan memiliki rangkaian acara dalam perspektif agama islam meliputi pembacaan ayat suci Al-Qur’an terutama surah Yusuf dan surah Maryam, melakukan khataman Al-Qur’an, melakukan tahlilan, berdoa dan berzikir bersama-sama, serta menyantap makanan yang telah dihidangkan bersama-sama. Tradisi mitoni menggambarkan bahwa seseorang bisa mendapatkan pendidikan sejak berada di kandungan sang ibu dengan melakukan tradisi ini mulai dari proses pemandian dengan air yang dicampurkan dengan bunga setaman dan dibacakan doa-doa saat prosesi pemandian, yang bertujuan untuk meminta permohonan kepada Allah SWT. supaya anak mendapatkan keberkahan dan rahmat serta dapat lahir secara sehat walafiat dan selamat14. Adapun mitoni juga sering kali disebut tingkeban yang memiliki sebuah arti yaitu selamatan pada saat kehamilan berusia tujuh bulan, kata tingkeb memiliki arti yaitu telah genap atau sudah saatnnya atau juga bisa diartikan bahwa jika bayi lahir di usia tujuh bulan dalam kandungan, hal ini telah di pandang wajar15. 12 Muhammad Mustaqim, “Pergeseran Tradisi Mitoni Persinggungan Antara Budaya dan Agama,” Jurnal Penelitian 11, no. 1 2017 119–40. 13 Mustaqim. 14 Subaidi, Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Jepara Uninus Press, 2019. 15 Sholikhim, Ritual dan Tradisi Islam Jawa Yogyakarta Narasi, 2010. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 175 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan tradisi mitoni Wawancara Sarinah, 2021 antara lain 1. Kelapa Gading 2. Tujuh kain 3. Tujug gayung air sumur 4. Bunga setaman 7 warna 5. Telur Selain itu ada pula persiapan menurut Wawancara Kosim M, 2021 sebelum melakukan tradisi mitoni yaitu 1. Harus mempersiapkan dua buah kelapa Gading yang di gambar dengan sepasang wayang laki laki yaitu arjuna dan wayang perempuan yaitu Sumbadra. 2. Mengambil air dari tujuh sumur, banyaknya air dari satu sumur yaitu sebanyak satu gayung disetiap sumur. 3. Bunga tujuh warna. Bunga ini dicampurkan dengan air yang sudah diambil dari tujuh sumur. Menurut ibu Sabariyah Wawancara, 2021, persiapan tradisi mitoni dapat meliputi 1. Menyiapkan air dari tujuh sumur 2. Bunga tujuh warna 3. Kelapa gading yang kecil 4. Telur 5. Tujuh kain 6. Es Dawet dan Rujak Selain persiapan alat, bahan dan perlengkapan, di dalam pelaksanaan tradisi mitoni juga diperlukan penetapan waktu pelaksanaan yang ditentukan oleh calon ayah dan calon ibu. Waktu pelaksanaan tradisi mitoni yang ditetapkan harus sesuai dengan hari baik dalam hitungan kalender Jawa, misalnya hari senin kliwon, hari kamis kliwon, ahad pon16. Adapun untuk tanggal pelaksanaan tradisi mitoni ditetapkan di tanggal yang ganjil serta tidak melewati bulan purnama, misalnya pada tanggal ganjil meliputi tiga, lima, tujuh, sembian, sebelas, tiga belas, dan tanggal lima belas. Tradisi mitoni ini termasuk ke dalam salah satu kepercayaan masyarakat Jawa yang beranggapan bahwa seorang bayi yang 16 E. Setiawan, “Nilai Religius Tradisi Mitoni dalam Perspektif Budaya Bangsa Secara Islami,” Jurnal Al-Adalah 18, no. 1 2015 39–52. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 176 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 ada di dalam kandungan yang berusia tujuh bulan mulai mendapatkan kehidupan, oleh sebab itu diadakannya tradisi mitoni atau tingkeban untuk selamatan atas kehamilan sang ibu yang mengandung anak pertama17. Perlengkapan bunga sebanyak 7 warna yang penggunaannya yaitu dicampurkan dengan air yang berasal dari 7 sumur berguna untuk sang calon ibu yang akan dimandikan, tujuannya agar calon ibu menjadi wangi dan bersih. Selain itu 7 kain yaitu kain jarit yang digunakan juga memiliki fungsi atau kegunaan sebagai baju ganti calon ibu saat melakukan proses mitoni. Hal ini menyimbolkan jarit sebagai tali pusar bayi sehingga, kelak saat dilahirkan bayi dapat keluar dengan lancar, dan tidak terjadi lilitan tali pusar pada bayi. Kemudian pemecahan telur yang di dapatkan dari ayam kampung dipecahkan, menyimbolkan jika sang calon ibu mengalami pecah ketuban, maka diharapkan saat itu juga bayi bisa lahir dengan selamat18. Selanjutnya setelah dilakukan persiapan ditahap selanjutnya terdapat tahap pelaksanaan tradisi mitoni yang meliputi 1. Siraman, pada tahap siraman ibu hamil diamndikan dengan air dan bunga setaman meliputi bunga mawar, kantil, melati, kenanga. Siraman dilakukan oleh para orang yang lebih tua atau yang sudah biasa melakukan pemandian pada tradisi mitoni. Siraman yang pada ibu hamil yang sedang melaksanakan tradisi mitoni, dilakukan 7 kali siraman dengan tujuan supaya kelak ketika bayi lahir dalam keadaan yang suci dan bersih19. Di dalam tahap siraman ini dilakukan oleh 7 orang yaitu nenek, kakek, orang tua, dan mertua yang akan memandikan sang ibu hamil yang menjalankan tradisi mitoni Wawancara Sarinah, 2021. 2. Telur ayam kampung yang telah disiapkan, kemudian dimasukkan ke dalam kain yang di pakai oleh sang ibu hamil yang menjalankan tradisi mitoni, yang dilakukan oleh suaminya. Tahapan ini 17 W. Abdullah, “Kearifan Lokal Jawa dalam Tradisi Mitoni di Kota Surakarta,” Journal of Language Education, Literature, and Local Culture 3, no. 1 2021 19–26. 18 I. Baihaqi, “Karakteristik Tradisi Mitoni di Jawa Tengah sebagai Sebuah Sastra Lisan,” Jurnal Arkhais 8, no. 2 2017. 19 I. Ulya, “Nilai Pendidikan dalam Tradisi Mitoni Studi Tradisi Perempuan Jawa Santri Mendidik Anak dalam Kandungan di Pati. Jawa Tengah,” Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 1 2018 116–30. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 177 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 melambangkan bahwa kelak saat proses bayi dilahirkan tanpa adanya rintangan dan berjalan secara lancar20. 3. Selanjutnya memasukkan kelapa gading 2 buah ke dalam kain yang di gunakan oleh sang ibu hamil yang sedang melaksanakan tradisi mitoni. Kelapa gading dimasukkan oleh sang suami sejumlah 2 buah, sudah digambar wayang Arjuna dan wayang Sumbadra. Karakter wayang yang digambarkan melambangkan agar kelak anak-anak dilahirkan memiliki karakter seperti Arjuna dan Sumbadra21. dua buah kelapa Gading yang di gambar dengan sepasang wayang laki laki yaitu arjuna dan wayang perempuan yaitu Sumbadra. Penggambaran wayang ini memiliki makna bahwa jika anaknya laki-laki kelak akan seperti Arjuna dan jika perempuan akan seperti Sumbadra yang memiliki pikiran yang luas, tidak mudah menaruh rasa cemburu, tidak mudah menerima sebuah isu yang belum diketahui kebenarannya Wawancara Kosim M, 2021. 4. Mengganti pakaian ibu dengan 7 kain jarit, dengan motif yang berbeda selanjutnya yang menyaksikan tradisi mitoni dimintah memilihkan kain mana yang cocok dipakaikan kepada calon ibu22. Setelah memecahkan telur dan membelah kelapa gading, calon ibu dari bayi di minta untuk mengganti pakaian menggunakan kain jarik yang sudah disiapkan sebanyak 7 kain Wawancara Sabariyah, 2021. 5. Penjualan rujak dan dawet, para pembeli hanya boleh membayar menggunakan uang logam yang terbuat dari genteng yang di pecahkan, kemudian dibentuk menjadi bulat seperti uang logam. Setelah selesai berjualan, uang logam di masukkan ke kuali tanah liat lalu dipecahkan kembali tepat di bagian depan pintu. Hal ini bertujuan agar calon bayi kelak murah rezekinya, serta mampu dalam memenuhi kebutuhannya dan keluarganya23. 6. Menggelar jamuan dan kenduri dengan tujuan sebagai rasa bersyukur atas karunia serta rahmat yang telah diberikan Tuhan Yang Maha 20 I. Adriana, “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban,” Jurnal KARSA 19, no. 2 2011 239–47. 21 Retno Intani dan Novita Damayanti, “Pemaknaan Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan Padang,” Prosiding Konferensi Nasional Komunikasi 2, no. 1 2018 539–52. 22 Adriana, “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban.” 23 Intani dan Damayanti, “Pemaknaan Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan Padang.” Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 178 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Esa. Makanan yang disediakan dapat berupa tumpeng yang menyimbolkan kelak calon bayi terlahir sehat dan kuat, serta adanya lauk pauk yang disediakan diantara tumpeng tersebut. Kemudian menyediakan beragam jajanan pasar yang dipercaya akan menimbulkan kekuatan, jika jajanan pasar disediakan secara lengkap sehingga melambangkan doa dan pengharapan akan dikabulkan24. Simpulan Tradisi mitoni merupakan sebuah tradisi Jawa yang dilakukan pada ibu hamil yang mengandung anak pertama dan dalam usia kehamilan yaitu tujuh bulan. Dalam tradisi mitoni ini dilakukan untuk memberikan keselamatan bagi bayi saat berada dalam kandungan, saat sudah dilahirkan, dan hingga dewasa. Adapun dari segi historisnya tradisi mitoni berasal dari seorang wanita bernama Niken Satingkeb yang kehilangan 9 anaknya yang kemudian berkonsultasi dan meminta saran dari Jayabaya yang memberikan saran berupa mandi setiap hari rabu, mandi setiap hari sabtu, mandi suci di sore hari sekitar jam Selain itu alat mandi yang digunakan yaitu berupa gayung tempurung kelapa dan dalam proses pemandian diselipkan doa-doa. Adapun persiapan yang harus dilakukan sebelum melaksanakan tradisi mitoni ini antara lain dengan menyiapkan telur yang diperoleh dari ayam kampung, kelapa gading yang kemudian diberi gambaran karakter wayang Arjuna dan karakter wayang Sumbadra, lalu menyiapkan 7 kain jarik, bunga 7 warna, dan air yang diperoleh dari 7 sumur. Selanjutnya setelah proses persiapan selesai maka masuk ke dalam tahap pelaksanaan yang meliputi siraman dengan air yang sudah dicampur dengan bunga 7 warna, memecahkan telur, membelah kelapa gading, mengganti pakaian menggunakan kain jarik yang telah disiapkan, berjualan es dawet dan rujak kemudian yang terakhir adalah mengadakan jamuan dan kenduri serta menyediakan jajanan pasar untuk para tamu, keluarga, sanak saudara. 24 Intani dan Damayanti. Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 179 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Daftar Sumber Buku Baidawi, Sejarah islam di Jawa. Yogyakarta Araska, 2020. Nugroho, M. Yusuf Amin, Agus Wuryanto, Farid Gaban, Erwin Abdillah, dan Fatkhul Wahid. Ensiklopedia Kebudayaan Wonosobo. Bimalukar Kreativa, 2020. Rahayu, Puji, dan Dkk. Tradisi-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Semarang Forum Muda Cendikia, 2019. Sholikhim. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta Narasi, 2010. Subaidi. Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An Nahdliyah Kajian Tradisi Islam. Jepara Uninus Press, 2019. Umar, H. Riset SDM dalam Organisasi Husein Umar. Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 2005. Wiranoto. Cok Bakal Sesaji. Surabaya CV Jakad Publishing, 2018. ———. Makna Simbolik Cok Bakal dalam Upacara Adat Masyarakat Jawa Serta Implikasi Sosial Umat Hindu di Kabupaten Banyuwangi. Surabaya CV Jakad Publishing, 2019. Journals Abdullah, W. “Kearifan Lokal Jawa dalam Tradisi Mitoni di Kota Surakarta.” Journal of Language Education, Literature, and Local Culture 3, no. 1 2021 19–26. Adriana, I. “Neloni, Mitoni, atau Tingkeban.” Jurnal KARSA 19, no. 2 2011 239–47. Baihaqi, I. “Karakteristik Tradisi Mitoni di Jawa Tengah sebagai Sebuah Sastra Lisan.” Jurnal Arkhais 8, no. 2 2017. Boanergis, Yohanes, Jacob Daan Engel, dan David Samiyono. “Tradisi Mitoni Sebagai Perekat Sosial Budaya Masyarakat Jawa.” Jurnal Ilmu Budaya 16, no. 1 2019 49–62. Intani, Retno, dan Novita Damayanti. “Pemaknaan Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan Padang.” Prosiding Konferensi Nasional Komunikasi 2, no. 1 2018 539–52. Marliyana, Iskandarsyah, dan Wakidi. “Tradisi Mitoni Masyarakat Jawa di Mitoni sebagai Tradisi Budaya dalam Masyarakat Jawa Fitri Nuraisyah, Hudaidah 180 H i s t o r i a M a d a n i a V o l u m e 5 2 2 0 2 1 Desa Marga Kaya Kabupaten Lampung Selatan.” PESAGI 4, no. 1 2016. Mustaqim, Muhammad. “Pergeseran Tradisi Mitoni Persinggungan Antara Budaya dan Agama.” Jurnal Penelitian 11, no. 1 2017 119–40. Nazir, M. Metode Penelitian. Jakarta Ghalia Indonesia, 1998. Setiawan, E. “Nilai Religius Tradisi Mitoni dalam Perspektif Budaya Bangsa Secara Islami.” Jurnal Al-Adalah 18, no. 1 2015 39–52. Setyaningsih, F. “Bentuk dan Makna Upacara Manusian Yadnya Mitoni dengan Tradisi Jawa.” Jurnal Agama Hindu 25, no. 2 2020 276–89. Sibarani, R. “Pendekatan Antropolinguistik Terhadap Kajian Tradisi Lisan.” Jurnal Ilmu Budaya 1, no. 1 2015 1–17. Ulya, I. “Nilai Pendidikan dalam Tradisi Mitoni Studi Tradisi Perempuan Jawa Santri Mendidik Anak dalam Kandungan di Pati. Jawa Tengah.” Jurnal Pendidikan Islam 3, no. 1 2018 116–30. ... Selain itu, perlengkapan mandi yang di gunakan berupa batok kelapa dan pada saat prosesi mandi di selipkan doa-doa khusus. Adapun pelaksanaan tradisi tingkeban pada masa Hindu ini dimaksudkan sebagai bentuk permohonan kepada sang Dewa agar senantiasa diberikan keturuan yang berumur panjang, serta bentuk pengharapan atas kesehatan bagi ibu yang sedang mengandung dan janin yang sedang dikandungnya Nuraisyah & Hudaidah, 2021 Secara struktural, dalam pelaksanaan tradisi tingkeban telah di bumbui dengan nilainilai pendidikan aqidah, ibadah dan akhlak. Misalnya dalam tradisi tingkeban terdapat nilainilai pendidikan budi pekerti atau akhlakul karimah sikap dan perbuatan terpuji. ...... Jenis kain diantaranaya Sidomukti melambangkan kebahagian dan kewibawaan, Sidoluhur melambangkan kemuliaan, Truntun teguh pendirian, Parang Kusuma Perjuangan hidup, Semen Rama memiliki cinta dan kasih saying, Udan Riris harapan agar nantinya sang bayi hidupnya selalu menyenangkan dalam kehidupan sehari-hari, Cakar Ayam kemandirian Nuraisyah & Hudaidah, 2021. ... Miftahul JannahAhmad RivauziThis study aims to determine the values of Islamic education in the tingkeban tradition in the Javanese tribal community in Nagari Preparation Limau Puruik, Kinali District, West Pasaman Regency. This research uses a qualitative approach with ethnographic methods. Researchers collect primary data from observations, interviews and secondary data from literature review. The sample in this study used a non-probability sampling technique with purposive nature with six informants. In this study, the author uses the technique of triagulation of source data. Data analysis techniques using data reduction, data presentation, and drawing conclusions. Data collection techniques using documentation, interviews, and observations. The results of this study are to determine the series of implementation of the tingkeban tradition and to find out that there has been a process of Islamization of the tingkeban tradition in Nagari Limau Puruik Preparation, the implementation of the tingkeban tradition has been flavored with Islamic values consisting of aqidah, worship and moral UlyaMitoni is a Javanese tradition that performs special rituals. This tradition highlights a philosophical meaning for Javanese women, particularly educational values for a baby in the womb. Concerning its development, these values have shifted from its original meaning promoted by both native Javanese women and Javanese santri students in Islamic boarding schools women. This present study aims to explore educational values for the baby during Mitoni. A descriptive study of continuity was employed in this research. The findings reveal three characteristics of Javanese women’s perspectives on this tradition based on their subjects, namely 1 formalistic-traditionalist Islamic view, 2 semi-formalistic-traditionalist Islamic view, and 3 pure Islamic view. Meanwhile, Mitoni, the Javanese tradition, proposes several educational values for the baby according to the Javanese santri women in Pati, Central Java. First, Mitoni provides the baby with the recognition basis of tauheed oneness of Allah. Second, it enhances parents or prospective parents’ spirit when they educate the baby during pregnancy. Third, this tradition emerges as their effort to give good nutrition for the baby, especially in the seventh month-period of pregnancy. Lastly, Mitoni also demonstrates meaningful understanding for current young generations to preserve this cultural Javanese tradition so as to exist in the futureFarida SetyaningsihDalam masyarakat manusia, yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan sesuai tempat waktu dan keadaan maka cara-cara yang ditempuh dalam menunjukkan rasa bhakti pada Hyang Widhi dan segala ciptaan-Nya maka perlu memahami acara Agama Hindu. Demikian juga untuk menjaga keharmonisan alam semesta inilah maka umat Hindu supaya betul-betul melaksanakan Tri hita karana sesuai dengan ajaran dianugerahi pemikiran, perasaan,daya karsa dan usaha, oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kualitasnya sebagai manusia perlu kiranya meningkatkan pengetahuan tentang sradha bakti dan karmanya untuk mewujudkan tujuan beragama Hindu yaitu Moksartham Jagadita ya ca iti Dharma. Tidak lepas dari ajaran agama pelaksanaan upacara manusia yadnya upacara Mitoni dengan tradisi Jawa ini sudah sangat langka di masyarakat Jawa melaksanakan. Oleh karena itu penulis mengangkat judul Bentuk dan Makna Upacara Manusia Yadnya Mitoni dengan tradisi Jawa. Tujuannya supaya generasi penerus mengetahui dan memahami upacara Mitoni dengan tradisi Jawa yang benar dan lengkap. Mengetahui dan memahami bentuk sesaji/banten yang dibuat dan dihaturkan, serta mengetahui dan memahami makna sesaji/banten yang dibuat, diahturkan dan prosesi yang dilaksanakannya. Sehingga semua proses dari awal, pertengahan hingga akhir dari upacara mitoni dengan tradisi jawa ini masyarakat memahami. Macam-macam peralatan yang harus dipersiapkan yaitu Satu meja yang ditutup dengan kain putih bersih. Di atasnya ditutup lagi dengan bangun tolak, kain sindur, kain lurik, Yuyu sekandang, mayang mekak atau letrek, daun dadap srep, daun kluwih, daun alang-alang. Bahan bahan tersebut untuk lambaran waktu siraman,Bokor di isi air tujuh mata air, dan kembang setaman untuk siraman,Batok tempurung sebagai gayung siraman ciduk,Boreh untuk mengosok badan pengganti sabun, Kendi dipergunakan untuk memandikan paling akhir, Dua anduk kecil untuk menyeka dan mengeringkan badan setelah siraman, Dua setengah meter kain mori dipergunakan setelah selesai siraman, Sebutir telur ayam kampung dibungkus plastik, Dua cengkir gading yang digambari Kamajaya dan Kamaratih atau Arjuna dan Dewi Wara Sembodro, Dua meter lawe atau janur kuning, Baju dalam dan nampan untuk tempat kebaya dan tujuh nyamping, dan stagen diatur rapi, Perlengkapan Kejawen kakung dengan satu pasang kain truntum. Calon ayah dan ibu berpakain komplet kejawen, calon ibu dengan rambut terurai dan tanpa perhiasan. Upacara mitoni tak terlepas dari beragam sesaji sebagai ucapan syukur kepada Sang Pencipta. Bawah ini merupakan sesaji yang dihaturkan dalam upacara mitoni sebagai berikut Tujuh Macam Bubur, termasuk bubur Procot, Tumpeng Kuat, yang bermakna bayi yang akan dilahirkan nanti sehat dan kuat, Tumpeng dengan Urab-urab tanpa cabe, telur ayam rebus dan lauk yang dihias, Jajan Pasar, syaratnya harus beli di pasar Kue, buah, makanan kecil, Rujak buah-buahan tujuh macam, dihidangkan sebaik-baiknya supaya rujaknya enak, bermakna anak yang dilahirkan menyenangkan dalam keluarga, Dawet, supaya menyegarkan, Keleman, semacam umbi-umbian, sebanyak tujuh BaihaqiPenelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan karakteristik tradisi mitoni yang terdapat di Jawa Tengah sebagai salah satu jenis sastra lisan. Karakteristik dalam tradisi mitoni yang ada di Jawa Tengah tersebut dapat diuraikan dan dianalisis dengan teori sastra lisan Ruth Finnegan yang berkaitan dengan komponen dalam sebuah pertunjukan sastra lisan. Kajian ini diharapkan dapat membuat karakterisasi budaya dan mengangkat kembali tradisi mitoni yang selama ini mungkin semakin terasingkan oleh masyarakatnya sendiri sebagai salah satu dampak dari globalisasi dan modernisasi. Hal yang dikaji dalam penelitian ini adalah komponen-komponen dalam tradisi mitoni berupa penutur, properti, partisipan, dan bacaan atau doa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara sedangkan analisis data dilakukan secara deskriptif sintesis. Kata kunci karakteristik mitoni, tradisi mitoni di Jawa Tengah, komponen sastra lisan Robert SibaraniDalam makalah ini dibahas tentang bagaimana kajian antropolinguistik mampu membedah suatu tradisi lisan dan menghasilkan suatu analisis yang apik dari hubungan keduanya. Dalam pembahasan ada tiga pendekatan utama dalam kajian antropolinguistik yaitu performansi performance, indeksikalitas indexicalty, partisipasi participation,yang terbukti efektif dalam mengkaji hubungan struktur teks, koteks dan konteks budaya, ideologi, sosial, dan situasi suatu tradisi lisan yang dilatarbelakangi unsur-unsur budaya dan aspek kehidupan manusia yang berbeda-beda. Dengan mengacu pada teori Duranti 1977 14, disimpulan dalam akhir pembahasan bahwa meskipun pendekatan antropolinguistik terhadap kajian tradisi lisan terkesan’ tumpang-tindih dengan pendekatan linguistik budaya cultural linguistics dan etnolinguistik ethnolinguistics lihat Folley, 199716 , namun dengan jabaran penekanan tertentu pada kajian antropolinguistik, yaitu penekanan antropolinguistik dalam menggali makna, fungsi, nilai, norma, dan kearifan lokal suatu tradisi lisan, konsep ketiganya dapat dibedakan. Lebih dari pada itu, pendekatan antropolinguistik mampu merumuskan model revitalisasi dan pelestarian suatu tradisi lisan. Dalam hal inilah ciri pembeda kajian antropolinguistik dengan pendekatan yang lain terlihat kuat dan Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Semarang Forum Muda CendikiaPuji RahayuDan DkkRahayu, Puji, dan Dkk. Tradisi-tradisi Islam Nusantara Perspektif Filsafat dan Ilmu Pengetahuan. Semarang Forum Muda Cendikia, AdrianaNeloniMitoniTingkebanAdriana, I. "Neloni, Mitoni, atau Tingkeban." Jurnal KARSA 19, no. 2 2011 BoanergisJacob Daan EngelDavid SamiyonoBoanergis, Yohanes, Jacob Daan Engel, dan David Samiyono. "Tradisi Mitoni Sebagai Perekat Sosial Budaya Masyarakat Jawa." Jurnal Ilmu Budaya 16, no. 1 2019 Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan PadangRetno IntaniNovita DanDamayantiIntani, Retno, dan Novita Damayanti. "Pemaknaan Tradisi Mitoni Adat Jawa Tengah pada Pasangan Jawa dan Padang." Prosiding Konferensi Nasional Komunikasi 2, no. 1 2018 539-52. Ijab kabul adat Jawa Sangat sebelum pemikiran sosok berkembang modern seperti sekarang ini, banyak makhluk Jawa khususnya masih menggunakan hitung-hitungan weton hari kelahiran menurut penanggalan Individu Jawa buat menentukan periode baik dan buruk intern memulai satu hajat besar, misalnya pernikahan, acara selamatan, memulai satu usaha, dan lain-enggak. Selain itu, hitungan weton pula sering digunakan untuk menentukan kecocokan calon teman yang hendak melangsungkan pernikahan. Biasanya jika hasil perhitungan weton kedua antitesis lain diketemukan prospek nan baik, maka untuk meminimalisir probabilitas buruk yang mungkin dapat terjadi, akan dilakukan ruwatan atau mengidas hari akad nikah khusus dan tertentu nan dipercaya boleh menangkal kesialan di kemudian hari akibat ketidakcocokan weton tersebut. Namun kini, seiring perkembangan zaman yang sudah sebegitu majunya seperti yang kita rasakan saat ini. Masyarakat Orang Jawa khususnya mutakadim mulai sukar menunggangi hitung-hitungan weton bagi memulai sesuatu hal raksasa layaknya yang dilakukan sosok-rancangan Jawa terdahulu. Meskipun masih suka-suka orang-orang yang tinggal di pedesaan menggunakannya, namun jumlahnya lain terlalu banyak. Disini saya tidak menyuruh siapapun agar memercayai hitung-hitungan weton, tetapi hanya seumpama pengingat dan menaik wawasan budaya bahwa dulunya si mbah kita wasilah menunggangi cara ini sebagai langkah estimasi kebatinan dalam menentukan nasib baik dan buruk seseorang. Menurut khalayak Jawa, masalah pernikahan bisa diramal menurut weton berpunca unggulan pasangan laki-junjungan dan perempuan. Berikut ini tata cara perhitungannya. Baca juga Hitungan Calon Pasangan Nikah Menurut Primbon Jawa Antagonis ANGKA DAN HARI Murahan JAWA SENIN = 4 SELASA = 3 RABU = 7 KAMIS = 8 JUM’AT = 6 SABTU = 9 Ahad = 5 LEGI = 5 PAHING = 9 P0N = 7 WAGE = 4 KLIW0N = 8 Contoh kasus Misalnya antitesis laki-laki lahir pada Minggu Legi Minggu = 5 + Legi = 5 =>> 10. Sedangkan pasangan perawan lahir plong hari Selasa Wage Selasa = 3 + Wage = 4 =>> 7. Berarti 10 + 7 = 17 ataupun berangkat PEGAT. Berikut ini penjelasan menurut hasil dari penjumlahan weton tersebut 1. PEGAT Sekiranya hasilnya tiba pada PEGAT, maka peluang padanan tersebut akan sering menemukan ki kesulitan di esok, bisa itu dari problem ekonomi, kekuasaan, perselingkuhan nan dapat menyebabkan padanan tersebut bercerai alias pegatan. 2. Kanjeng sultan Jika risikonya tiba sreg Sri paduka, bisa dikatakan pasangan tersebut memang sudah jodohnya. Dihargai dan disegani oleh jiran maupun lingkungan sekitar. Bahkan banyak insan nan sentimen akan keharmonisannya internal membina rumah tangga. 3. JODOH Kalau risikonya start pada Antagonis, berarti pasangan tersebut memang beneran cocok dan berjodoh. Bisa ganti menyepakati segala faedah dan kekurangannya. Rumah tangga bisa rukun hingga sepuh. 4. TOPO Kalau kesudahannya menginjak pada TOPO, kerumahtanggaan membina rumah tangga akan sering mengalami kesusahan di awal-tadinya sekadar akan bahagia pada hasilnya. Penyakit tersebut boleh saja soal ekonomi dan lain sebagainya. Sekadar pada detik mutakadim mempunyai anak asuh dan cukup lama berumah jenjang, akhirnya akan spirit sukses dan bahagia. 5. TINARI Jika hasilnya mulai pada TINARI, itu berarti akan menemukan kebehagaiaan. Gampang privat mencari rezeki dan tidak sampai hidup kekurangan. Hidupnya sekali lagi cangap berkat kejayaan. 6. PADU Jika akhirnya tiba pada PADU, berarti dalam berumah tangga akan sering mengalami pertengkaran. Saja kendatipun sering ki bentrok, tidak sampai membawa ke privat perceraian. Keburukan pertengkaran tersebut terlebih bisa dipicu berasal kejadian-hal yang sifatnya cukup sepele. 7. SUJANAN Jikalau hasiknya start puas SUJANAN, maka dalam berumah tangga akan sering mengalami friksi dan masalah perselingkuhan. Dapat itu dari pihak laki-junjungan atau amoi yang memulai perselingkuhan. 8. PESTHI Jika hasiknya berangkat puas PESTHI, berarti dalam berumah tangga akan rukun, tenteram, adem ayem setakat sepuh. Meskipun suka-suka komplikasi apapun lain akan hingga merusak keteraturan keluarga. Daftar Hasil Perhitungan 1. PEGAT. 2. RATU. 3. Antagonis. 4. TOPO. 5. TINARI. 6. PADU. 7. SUJANAN. 8. PESTHI. 9. PEGAT. 10. Kaisar. 11. Oponen. 12. TOPO. 13. TINARI. 14. PADU. 15. SUJANAN. 16. PESTHI. 17. PEGAT. 18. RATU. 19. JODOH. 20. TOPO. 21. TINARI. 22. PADU. 23. SUJANAN. 24. PESTHI. 25. PEGAT. 26. RATU. 27. JODOH. 28. TOPO. 29. TINARI. 30. PADU. 31. SUJANAN. 32. PESTHI. 33. PEGAT. 34. RATU. 35. Oponen. 36. TOPO Mitos Pernikahan menurut Weton Adat Jawa – Menikah adalah impian sekali seumur hidup yang ingin dirasakan hampir semua orang. Namun ternyata, memilih pasangan dan mempersiapkan pernikahan tidak semudah itu. Apalagi jika sudah melibatkan masalah adat dan budaya. Salah satu adat yang cukup kuat dalam mengatur pernikahan adalah weton adat Jawa. Beberapa aturan weton disebut sebagai mitos namun ada juga yang nyata. Mari simak penjelasan mengenai mitos pernikahan menurut weton adat Jawa di bawah Itu Weton?Cara Menghitung Weton Adat JawaMitos Pernikahan Berdasarkan WetonApa Itu Weton?Kata “weton” diambil dari bahasa Jawa “wetu” yang berarti “keluar” atau “lahir”. Istilah ini merujuk pada perhitungan antara hari lahir dan pasaran saat bayi dilahirkan, yaitu kliwon, legi, pahing, pon, dan wage. Tradisi ini identik dengan masyarakat Jawa terutama Jawa Timur dan Jawa Menurut Weton Adat Jawa, Picture by ceritatentangsenjaPerhitungan weton digunakan untuk mengetahui gambaran kehidupan seseorang dan menentukan suatu keputusan. Dengan menghitung weton, seseorang dapat menentukan masa tanam, masa panen, nasib, bahkan jodoh yang tepat bagi orang Menghitung Weton Adat JawaPerhitungan weton dilakukan dengan memperhatian tanggal, bulan, dan tahun orang yang akan dilihat nasibnya. Cara menghitungnya adalah dengan menggabungkan nilai hari dan nilai pasaran pada saat seseorang lahir, untuk kemudian didapatkan angka niptu weton. Angka inilah yang digunakan untuk menentukan nasib dan juga jodoh yang tepat bagi orang Menurut Weton Adat Jawa, Picture by ceritatentangsenjaMitos Pernikahan Berdasarkan WetonDalam menentukan jodoh, kedua pasangan akan dihitung angka niptu weton masing-masing dan dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebutlah yang akan menentukan kecocokan mereka dalam berumah tangga. Meskipun dianggap mitos, namun hasil perhitungan tersebut tetap banyak digunakan. Berikut mitos pernikahan menurut weton adat KedhawangBale Kedhawang adalah istilah nasib pernikahan bagi pasangan dengan total neptu 25. Secara harfiah, bale kedhawang artinya “kejatuhan teras”. Maksud dari istilah ini adalah, apabila ada pasangan dengan total neptu 25 melangsungkan pernikahan, maka rumah tangga mereka akan selalu diiringi musibah, masalah, dan rasa kepercayaan adat Jawa, bale kedhawang dapat berujung perceraian bahkan kematian. Karena itu, adat Jawa melarang pasangan yang hasil perhitungan weton neptunya Adat Jawa, Picture by ceritatentangsenjaPegat, Padu, dan SujananTiga istilah ini adalah karakter-karakter hasil pernikahan yang cenderung kurang harmonis. Istilah pegat dikhususkan pada pasangan dengan total neptu 1, 9, 10, 18, 19, 27, 28, dan 36, dimana pasangan-pasangan tersebut cenderung mengalami berbagai permasalahan rumah tangga dari yang sepele hingga yang itu, istilah padu digunakan untuk pasangan dengan total neptu 6, 15, 24, dan 33. Sesuai dengan istilahnya, pasangan dengan weton padu akan sering bertengkar karena masalah-masalah tertentu. Meski begitu, pertengkaran tersebut tidak akan menimbulkan dengan total neptu 7, 16, dan 34 diistilahkan dengan “sujanan”. Pasangan dengan karakter weton ini akan sering mengalami pertengkaran dan bermasalah dengan Pernikahan Adat Jawa, Picture by ceritatentangsenjaTopoTopo adalah istilah bagi pasangan dengan total neptu 4, 13, 22, dan 31. Pasangan topo dimitoskan akan mengalami banyak kesusahan di awal pernikahan karena pasangan tersebut sedang dalam proses memahami satu sama lain. Namun seiring berjalannya waktu, kesusahan tersebut akan berakhir dengan Pernikahan Menurut Weton Adat Jawa, Picture by ceritatentangsenjaPesthi, Tinari, Ratu, dan JodohEmpat istilah weton ini adalah istilah untuk pasangan terbaik. Pesthi adalah pasangan dengan total neptu 8, 17, 26, dan 35. Pasangan dengan weton pesthi akan rukun, tentram, dan damai meskipun ada masalah-masalah yang menghampiri rumah tangga dengan total neptu 5, 14, 23, dan 32 disebut dengan weton tinari. Pasangan dengan weton ini akan mendapatkan kehidupan yang mudah dengan kebahagiaan dan keberuntungan di dalamnya. Begitupun dengan pasangan dengan weton ratu, yaitu mereka yang total neptunya 2, 11, 20, dan 29. Weton ratu menunjukkan pasangan yang sangat harmonis dan disegani oleh orang Pernikahan Menurut Adat Jawa, Picture by ceritatentangsenjaWeton terbaik untuk pasangan menikah adalah weton jodoh. Sesuai dengan namanya, pasangan dengan weton ini memang sudah jodoh satu sama lain karena cocok dan harmonis, serta dapat menerima kelebihan dan kekurangan satu sama lain. Pasangan dengan weton jodoh memiliki total neptu 3, 12, 21, dan pembahasan mengenai mitos pernikahan menurut weton adat Jawa. Semoga bermanfaat sebagai pengetahuan Anda. Pengertian Mitoni Langkah-langkah Serta Manfaatnya! – Negara Indonesia merupakan negara kaya tradisi dan adat istiadat. Berbagai macam tradisi hadir dari berbagai sudut daerah. Tradisi yang melekat pada setiap daerah merupakan tradisi yang turun menurun dari nenek moyang, salah satunya di daerah pulau Jawa. Daerah ini merupakan salah satu daerah yang masih kaya akan tradisi dan budaya dari nenek moyang. Lahirnya suatu tradisi biasanya berkaitan erat dengan peristiwa alam atau bencana yang terjadi. Sebagian besar peristiwa tersebut akan dikaitkan dengan serangkaian ritual tertentu. Ritual yang dilaksanakan tidak lepas dari berbagai simbol dan arti. Bentuk kebudayaan sering diwujudkan berupa simbol-simbol, masyarakat Jawa kaya akan sistem simbol tersebut. Sepanjang sejarah masyarakat Jawa, simbol telah mewarnai tingkah laku, bahasa, ilmu pengetahuan, dan religi. Sistem simbol digunakan sebagai media untuk menyampaikan pesan. Tradisi yang masih bertahan dimasyarakat sampai adalah tradisi mitoni. Tradisi ini dilaksanakan pada ibu hamil pertama saat kandungan berusia 7 bulan. Mitoni merupakan ungkapan rasa syukur serta permohonan agar diberi perlindungan dan keselamatan kepada ibu hamil dan bayi yang akan lahir. Tradisi ini berkembang di daerah pulau jawa. Tradisi ini terdiri dari beberapa rangkaian yang berbeda-beda di setiap daerahnya. Namun sebagian besar daerah memiliki kesamaan bentuk acara pada pelaksanaan mitoni, antara lain membuat rujak, siraman calon ibu, memasukkan telur ayam kampong, pantes-pantes, membelah kelapa gading, dan selamatan. Waktu untuk melakuakan mitoni tergantung dari yang mempunyai hajad. Umumnya melaksanakannya dipagi hari, sore dan malam hari. Mitoni iyalah tradisi yang sudah lama sampai sekarang ini, maka muncul suatu mitos yang menyatakan bahwa jika tidak melakukan mitoni, maka dikhawatirka akan terjadi hal-hal buruk pada ibu hamil dan jabang bayi. Kedatangan mitos dikarenakan adanya tradisi mitoni yang sudah kental di masyarakat. Rata-rata masyarakat akan melaksanakan mitoni pada kehamilan pertama. Hal ini dapat memunculkan pertanyaan apakah ada hubungan antara keselamatan ibu hamil dan bayi dalam tradisi mitoni?. Berdasarkan pola pikir tersebut maka makalah ini akan memaparkan tentang kebenaran mitos pada mitoni dan hubungannya dengan keselamatan bagi calon ibu dan bayi dalam kandungan Daftar Isi1 Pengertian Mitoni2 Membuat Siraman Calon Memasukkan Telur Ayam Pantes-Pantes atau Ganti Busana 7 Membelah Kelapa Selamatan3 Langkah –langkah prosesi 7 bulanan4 Manfaat 7 Bulanan Mitoni berasal dari Bahasa Jawa “pitu” yang artinya tujuh. Angka tujuh ini dimaksudkan bahwa mitoni adalah ritual yang dilaksanakan pada saat bayi menginjak usia tujuh bulan dalam kandungan Adriana, 2011. Tidak hanya itu masyarakat pun menyebutnya sebagai tingkeban. Yang artinya iyalah tutup, mangkanya tingkeban adalah upacara penutup selama kehamilan hingga bayi dilahirkan. Upacara tingkeban atau mitoni adalah upacara yang diselenggarakan pada bulan ke tujuh masa kehamilan dan hanya dilakukan terhadap anak yang dikandung sebagai anak pertama bagi kedua orang tuanya. Hal ini tidak terlepas dari persepsi dan keyakinan orang Jawa bahwa tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu yang berarti pituduh petunjuk, pitulung pertolongan. Tujuan melaksanakan mitoni yaitu memohon pertolongan kepada Allah. Upacara ini diselenggarakan untuk memohon keselamatan, baik bagi ibu yang mengandung maupun calon bayi yang akan dilahirkan. Mitoni adalah susunan upacara peredaran hidup yang saat ini masih dilakukan oleh masyarakat Jawa. Mitoni dilakukan saat usia kandungan berumur tujuh bulan. Upacara tujuh bulan dalam masyarakat Jawa paling sering dilakukan di kalangan masyarakat Jawa dibandingkan upacara kehamilan lainnya. Upacara mitoni pada masa sekarang masih dilakukan oleh masyarakat Jawa baik dilingkungan keraton maupun di lingkungan masyarakat biasa. Yana, 2010. Prosesi tata cara pelaksanaan mitoni pada setiap daerah berbeda- beda, tergantung pelaksana dan pemangku adat yang ada di daerah tersebut. Ada yang hanya menggunakan tradisi Jawa saja, ada yang hanya mengundang orang agar dibacakan tujuh surat dalam al-Qur’an saja, dan ada juga yang melaksanakan keduanya. Pada upacara mitoni terdapat beberapa rangkaian acara seperti siraman, kenduri, pantes-pantes, pembacaan surat-surat al-Qur’an dan lain sebagainya. Pada pelaksanaan acara ini dihadiri oleh sanak keluarga, tetangga, para sesepuh serta tokoh agama Nasir, 2016. Menurut Fitroh 2014 Secara teknis, penyelenggaraan upacara ini dilaksanakan oleh dukun atau anggota keluarga yang dianggap sebagai tertua. Kehadiran dukun ini lebih bersifat seremonial, dalam arti mempersiapkan dan melaksanakan upacara-upacara kehamilan, serangkaian upacara yang diselengggarakan pada ritual tingkeban secara garis besar adalah sebagai berikut Membuat Rujak Dalam tradisi Jawa membuat rujak dilakukan oleh ibu jabang bayi. Jika bumbunya rasanya asin, biasanya jabang bayi lahir prempuan. Bila tidak asin biasanya lahir laki-laki. Akan tetapi karena teknologi medis sudah ada sedemikian canggih, sampai ditemukan USG empat dimensi. Jenis kelamin bayi sudah dapat diketahui lebih dini. Siraman Calon Ibu Upacara siraman dilakukan oleh sesepuh atau keluarga dari pemilik hajat sebanyak tujuh orang. Hal ini bertujuan untuk memohon doa restu, supaya suci lahir dan batin. Calon ibu memakai kain 7 batik yang dililitkan kemben pada tubuhnya. Dalam posisi duduk, calon ibu mula-mula disirami oleh suaminya, lalu oleh orang tua dan keluarga lainnya. Maksud upacara ini adalah untuk mencuci semua kotoran dan hal-hal negatif lainnya. Memasukkan Telur Ayam Kampung Setelah siraman, telur ayam kampung di masukkan ke dalam kain si calon ibu oleh sang suami melalui dari atas perut lalu telur dilepas sehingga pecah. Upacara ini dilakukan di tempat siraman sebagai simbol harapan agar bayi lahir dengan lancar dan selamat. Pantes-Pantes atau Ganti Busana 7 kali Upacara pantes-pantes adalah upacara ganti busana yang dilakukan dengan tujuh jenis kain batik yang berbeda. Motif kain batik dan kemben yang akan dipakai dipilih yang terbaik dengan harapan si bayi kelak memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambang kain. Fungsi dan tujuan busana pada mitoni berkaitan dengan pengharapan, dan keselamatan lahirnya bayi Nurcahyanti, 2010. Kain dan kebaya yang pertama sampai yang ke enam merupakan busana yang menunjukkan kemewahan dan kebesaran. Para ibu yang hadir waktu ditanya apakah si calon ibu pantas memakai baju-baju tersebut memberikanlah jawaban “dereng Pantes” belum pantas. Setelah dipakaikan busana ke tujuh yang berupa kain lurik dengan motif sederhana, yaitu Lasem, baru ibu-ibu yang hadir menjawab “ pantes” pantas. Hal tersebut mendoakan supaya sang bayi nantinya menjadi orang yang sederhana. Angka 7 melambangkan 7 lubang tubuh 2 di mata, 2 di telinga, 1 hidung, 1 di mulut, dan 1 di alat kelamin, yang harus selalu dijaga kesucian dan kebersihannya. Ada pengertian lain dari angka 7 ini disebut keratabasa. Angka 7, dalam bahasa jawa disebut pitu, keratabasa dari pitu-lungan pertolongan. Motif kain di pakai yang paling bagus dengan harapan supaya nanti sang bayi memiliki kebaikan-kebaikan yang tersirat dalam lambung kain Sidoluhur Artinya supaya bayi tersebut menjadi orang yang sopan dan berbudi pekerti luhur. Sidomukti Artinya supaya bayi yang akan lahir menjadi orang yang mukti wibawa, yaitu berbahagia dan disegani karena kewibawaannya. Truntum Artinya supaya keluhuran budi orang tuanya menurun pada sang bayi. Wahyu tumurun Artinya agar anak yang akan lahir menjadi orang yang beriman kepada Allah Yang Maha Esa dan selalu mendapat petunjuk serta perlindungan dari-Nya. Udan riris Artinya supaya anak dapat membuat situasi yang menyegarkan, enak dipandang, dan menyenangkan siapa saja yang bergaul dengannya. Sido asih Maknanya agar bayi yang akan lahir menjadi orang yang selalu di cintai dan dikasihi oleh sesama serta mempunyai sifat belas kasih. Lasem Bermotif garis vertikal, bermakna semoga anak senantiasa bertakwa pada Tuhan yang Maha Esa. Membelah Kelapa Gading Selanjutnya dua butir kelapa gading yang masing-masing telah digambari Dewa Kamajaya dan Dewi Ratih, gambar tokoh wayang melambangkan doa, agar nantinya si bayi jika laki-laki akan setampan Dewa kamajaya dan jika wanita secantik Dewi Ratih. Kedua dewa dan dewi ini merupakan lambang kasih sayang sejati. Oleh si calon ibu, kedua butir kelapa diserahkan pada suaminya calon bapak, yang akan membelah kedua butir kelapa gading menjadi dua bagian dengan bendo. Ini melambangkan, bahwa jenis kelamin apapun, nantinya, terserah pada kekuasaan Allah. Selamatan Selamatan dilaksanakan pada malam hari setelah melalui beberapa ritual yang disebutkan diatas. Terkadang sebagian masyarakat menggabungkan acara selama Bentuk selamatan disini tuan rumah mengundang para warga khususnya para Bapak Kyai atau Ustadz untuk datang kerumah pada jam yang telah ditentukan. Beberapa surat yang sering dipilih dalam pembacaan Al-Qur’an pada acara mitoni antara lain surat Yusuf, Luqman, Maryam, Yasin, Al-Wa’qiah, Ar -Rahman, Al Mulk, Toha dan An-Nur. Surat-surat yang dipilih tidak terlepas dari makna dan harapan-harapan kepada bayi yang akan dilahirkan kelak. Misalnya surat Yusuf, pembacaan surat ini diharapkan bahwa anak yang kelak lahir adalah anak yang tampan dan memiliki sifat-sifat baik seperti Nabi Yusuf, pembacaan Surat Maryam bertujuan agar bayi yang dilahirkan jika perempuan akan menjadi wanita suci dan solihah, begitu juga dengan surat-surat lainnya. Langkah –langkah prosesi 7 bulanan Kedua pasangan duduk di kursi yag telah disiapkan, dibawah kursi telah ada 1 ekor ayam putih dan atas pangkuan sang ibu diberi telur ,setelah itu ditutupi oleh kain putih dan kedua jari tangan pasangan ini diikat oleh tali putih . wanita diikat di jari tangan sebelah kanan dan laki-laki di jari tangan sebelah kiri, ikatan ini bertujuaan agar bayi yang mereka kandung setelah lahir memiliki ikatan yang erat dengan orang tuanya. Ibu dari pasangan ini menggendong kelapa yang bertuliskan tulisan madura, kelapa yang digendong oleh orang tua perempuan di berikan kepada calon ayah sementara kelapa yang digendong oleh orang tua laki-laki diberikan kepada calon ibu, kelapa ini di ibaratkan bayi bagi mereka, sehingga mereka sangat berhati-hati saat memangku kedua kelapa tsb. Kedua pasangan ini di beri asap kemenyan dengan tujuan agar bayi yang mereka kandung lahir dengan selamat. Dukun dari sang bayi mengambil air dari tempat yang sudah disediakan. Sebelum air di siramkan kepada ke dua pasangan air tersebut d bacakan doa terlebih dahulu barulah di siramkan kepada kedua pasangan . Setelah dukun menyiramkan air kepada kedua pasangan, barulah orang tua dan kerabat menyiramkan air kepada kedua pasangan dengan memberi uang seikhlasnya. Hal ini bertujuan untuk mensucikan calon ibu dan calon bayi yang sedang di kandung. Setelah itu kelapa yang mereka pangku diambil oleh kedua orang tua pasangan dan di bawa kedalam rumah. Ikatan tali di jari tangan mereka di buka lalu diambil, setelah itu kain putih yang ada di pangkuan pasangan diambil, dengan begitu telur yang ada di pangkuan calon ibu langsung jatuh dengan sendirinya dan telur itupun pecah, namun jika telur itu tidak pecah maka telur itu harus diinjak sampai telur itu pecah . Manfaat 7 Bulanan Agar bayi yang ada di dalam kandungan lahir dengan selamat. Agar diberi kemudahan saat melahirkan. Agar diberkahi oleh Allah swt. Agar bayi yang mereka lahirkan kelak menjadi anak yang sholeh dan sholeha. Demikian sedikit pembahasan mengenai Pengertian Mitoni Langkah-langkah serta Manfaatnya! semoga dengan adanya pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan untuk kita semua, dan kami ucapkan Terima Kasih telah menyimak ulasan kami. Jika kalian merasa ulasan kami bermanfaat mohon untuk dishare . Baca juga artikel lainnya tentang Apa Itu Gerakan 3A? Tujuan, Pendiri, Sejarah dan Latar Belakang Pengertian Debat Tujuan, Etika, Unsur, Jenis, Ciri, Norma Pengertian Hadits Struktur, Klasifikasi dan Hadits Qudsi! Pengertian Ekonomi Prinsip, Macam, Tujuan dan Manfaat! 6 Rukun Iman Pengertian, Penjelasan, Menjaga, Yang Membatalkan

cara menghitung mitoni adat jawa